Aku Bisa!

IMG_2644[1]

Setelah bergabung (kembali) dalam keanggotaan di sport club di komplek perumahan tempat kami tinggal sekarang (tahun 2005 kami sudah jadi anggota “otomatis” karena mendapat hadiah gratis setelah membeli rumah di komplek ini, namun hanya setahun karena harga perpanjangan keanggotaan yang sangat mahal sehingga kami pindah ke sport club di komplek perumahan yang berdekatan dengan harga yang lebih murah …) sejak April yang lalu, ada satu tantangan yang membuatku penasaran untuk menaklukkannya, yaitu berendam di whirpool dingin selama 10 menit. Di kelab kebugaran sekarang inilah yang aku rasakah fasilitasnya yang terbaik. Selain kolam renang yang luas dan apik (hanya ‘nggak ada yang berair hangat seperti di komplek perumahan Batununggal tempat kami tinggal selama tiga tahun di Bandung), ada sauna, steam, dan whirpool. Bukan sekadar whirlpool, tapi komplit dengan air panas dan air dingin. Dan dinginnya bukan sekadar dingin, melainkan dingin bangettt …

Dan di sini pula aku mengenal hydrotherapy, yakni perawatan kesehatan yang memadukan sauna, steam, berendam di air dingin, dan ditutup dengan berendam di air hangat dengan masing-masing waktu kurang lebih 10 menit (ini yang tercantum pada pemberitahuan dengan ukuran lumayan besar di dinding yang terletak antara steam dan whirlpool). Jadi, agak berbeda dengan terapi air yang aku coba searching di internet.  

Sebagai orang yang suka tantangan (dan suka pula “sok jagoan”), hari pertama aku coba memasukkan kedua kakiku ke kolam (setelah menyentuh airnya beberapa dingin dan merasakan “ah, ‘nggak ada apa-apanya …). Duduk di tepi kolam, tak sampai satu menit aku sudah merasa ada yang aneh dengan kakiku. Tak berapa lama, malah terasa nyeri seperti ditusuk-tusuk duri, yang secara spontan aku pun tarik kedua kakiku. Setelah itu berendam di kolam air hangat (yang ini sangat enteng karena ‘nggak begitu panas, bahkan lebih 10 menit pun aku pasti sanggup bertahan di dalamnya …). Besoknya, begitu juga yang terjadi: habis berenang, lalu sauna, lalu steam, lalu kolam air dingin hangat walau hanya sekadar mencelupkan kaki karena ‘nggak tahan dengan suhunya yang sangat dingin, dan akhirnya ditutup dengan kolam air panas sesuai judul aslinya: hot water whirlpool dan mandi dengan shower yang ada air panas dan air dinginnya sesuai keinginan masing-masing.

“Ritual” itu berlangsung berhari-hari, sampai akhirnya Jum’at pagi 03 Mei 2013 yang lalu yang menjadi “sejarah”. Hari itu aku ‘nggak ke kantor karena jadualku adalah meeting dengan outsourcing agency yang berkantor di Rawasari, Jakarta Timur. Daripada ke kantor yang ada di Jakarta Selatan terlebih dahulu lalu ke Jakarta Timur (dan malamnya aku marsermon di gereja yang berada di Jakarta Utara) yang berarti “loncat-loncat”, maka aku mohon izin ke Sekretaris untuk tidak ke kantor. Untunglah, si mbak memaklumi …

Jam 10 lewat sedikit aku sudah tiba di kelab kebugaran tersebut yang hanya bisa ditempuh kurang dari 5 menit dari rumah kontrakan kami. Setelah menunjukkan kuitansi pembayaran (selama kartu anggota belum selesai) iuran keanggotaan satu tahun (dapat diskon besar karena “hanya” perlu membayar Rp 3,85 juta dari harga semula yang Rp 12,8 juta) dan mendapat kunci loker, aku pun ‘nyebur ke kolam. Byur …!

Hari itu relatif sepi sehingga aku bisa lebih menikmati kenyamanan dan keistimewaan fasilitas tersebut (dan masih sering mengucapkan puji syukur kepada Tuhan untuk kenikmatan tersebut walau sudah berhari-hari menikmati fasilitas di kelab kebugaran tersebut …). Dan rasa sukacita tersebutlah yang mendorongku manakala selesai berenang, selesai sauna, dan selesai steam, kembali menjajal kemampuan untuk ber-whirlpool air dingin.

Kali itu aku mengubah strategi. Tidak “mencicil-cicil” dengan mencelupkan tangan dan kaki terlebih dahulu, melainkan “full blast” dengan masuk dan berendam … Alamakkk, dinginnya! Sakit dan nyerinya masih sama seperti hari-hari yang lalu, bedanya adalah di suasana hati … Dan ada satu lagi: secara mentalitas aku yakinkan diriku bahwa aku mampu karena aku sudah pernah mengalami suhu air yang lebih dingin manakala berenang di kolam renang hotel di Santa Katarina (St. Catherine) di kaki pegunungan Sinai di Mesir pada bulan Maret yang lalu. Aku tahankan dinginnya sambil mengingat keberhasilanku saat itu yang jauh lebih dingin dibandingkan dinginnya kolam renang di Dago Pakar beberapa tahun sebelumnya sebagai kolam terdingin yang pernah aku renangi. “Ini belum ada apa-apanya …”, kataku berluang-ulang di dalam hati. Dan … ketika aku berbalik arah, secara ‘nggak sengaja menatap jam digital yang ada di dinding dekat plafon di ruangan tersebut, dan terkejut bahwa sudah hampir lima menit aku berendam, sekaligus tersadar bahwa aku memang mampu! Lalu, menit-menit berikutnya aku ‘nggak rasakan lagi dingin yang berarti. Bahkan setelah lewat sepuluh menit aku malah merasa betah berendam dan ingin meneruskan “sampai bosan” kalau tidak mempertimbangkan harus berangkat rapat sebelum hari siang. Lagian, sebagaimana tertulis pada petunjuk, kurang lebih sepuluh menit sudah cukup mendapatkan manfa’at dari kegiatan tersebut. Di menit ke-16 (sengaja aku pilih karena sangat ingat dengan angka ini sebagai nomor urutan leluhur …), aku pun dengan penuh kesadaran mengakhiri acara berendam di kolam (sangat) dingin tersebut untuk melanjutkan dengan berendam di air hangat. Berdasarkan pengalaman tersebut, ternyata setelah lewat dua menit, rasa sakit dan dingin benar-benar hilang dan digantikan dengan rasa nyaman.

Begitu mencelupkan kaki dan badan ke kolam hangat, ada sensasi yang sangat berbeda yang belum pernah aku alami sebelumnya. Tidak bisa terkatakan, namun rasanya sangat menyenangkan …

Apa yang bisa dipelajari dari pengalaman singkat tersebut?

(1)    Tubuh punya kemampuan untuk “melawan” rasa tidak nyaman dengan otak memerintahkan untuk mengeluarkan zat perlawanan untuk mengatasi rasa dingin (biasanya terjadi pada titik menjelang puncaknya …). Kita menyebutnya dengan kemampuan beradaptasi. Demikianlah juga dengan kehidupan kita. Setelah melewati masa tertentu dengan penderitaan dan kesukaran, akhirnya Tuhan memberikan kemampuan bagi kita untuk beradaptasi dengan kesulitan tersebut dan diberikan kemampuan untuk mulai mengatasinya. Proses selanjutnya adalah “mengalahkan” kesulitan tersebut dan keluar sebagai pemenang dengan sukacita yang meluap-luap.

(2)    Rasa sukacita (yang belum tentu berarti berbahagia, ya …) adalah “modal dasar” untuk menghadapi segala sesuatunya, termasuk kesulitan. Masalah yang berat dan kesukaran dalam hidup yang seringkali menghinggapi kita, seharusnya kita hadapi dengan sukacita. Berkat pertolongan Tuhan yang kita mintakan, maka proses selanjutnya menjadi lebih mudah.

Memori tentang keberhasilan, sanggup mendorong dan memotivasi untuk keberhasilan selanjutnya. Pengalaman akan pertolongan Tuhan pada masa-masa yang lalu (yang bahkan lebih sulit, mungkin …) , menjadi pengingat bagi kita bahwa pertolongan-Nya selalu ada dan datang dengan tepat waktu. Asalkan kita selalu hidup dengan benar.

1 comments on “Aku Bisa!

  1. pengalaman yang menyenangkan amang….nice story…
    tapi pengalaman yang dari Tanah Perjanjian kapan di share ya amang sintua nami?
    Salam hangat dari Medan….dari pembaca setia blog amang, GBU

Tinggalkan komentar