Andaliman 10 Maret 2019 Minggu Invocavit (Dia Memanggilku, maka Aku Menjawab Dia): Firman Itu adalah Kehidupan

Screen Shot 2019-03-09 at 22.03.44

Evangelium Amsal 4:18-27

4:18Tetapi jalan orang benar itu seperti cahaya fajar, yang kian bertambah terang sampai rembang tengah hari. 4:19Jalan orang fasik itu seperti kegelapan; mereka tidak tahu apa yang menyebabkan mereka tersandung. 4:20Hai anakku, perhatikanlah perkataanku, arahkanlah telingamu kepada ucapanku; 4:21janganlah semuanya itu menjauh dari matamu, simpanlah itu di lubuk hatimu. 4:22Karena itulah yang menjadi kehidupan bagi mereka yang mendapatkannya dan kesembuhan bagi seluruh tubuh mereka. 4:23Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan. 4:24Buanglah mulut serong dari padamu dan jauhkanlah bibir yang dolak-dalik dari padamu. 4:25Biarlah matamu memandang terus ke depan dan tatapan matamu tetap ke muka. 4:26Tempuhlah jalan yang rata dan hendaklah tetap segala jalanmu. 4:27Janganlah menyimpang ke kanan atau ke kiri, jauhkanlah kakimu dari kejahatan.

Epistel Galatia 1:11-18

Bagaimana Paulus menjadi rasul

1:11Sebab aku menegaskan kepadamu, saudara-saudaraku, bahwa Injil yang kuberitakan itu bukanlah injil manusia. 1:12Karena aku bukan menerimanya dari manusia, dan bukan manusia yang mengajarkannya kepadaku, tetapi aku menerimanya oleh penyataan Yesus Kristus. 1:13Sebab kamu telah mendengar tentang hidupku dahulu dalam agama Yahudi: tanpa batas aku menganiaya jemaat Allah dan berusaha membinasakannya. 1:14Dan di dalam agama Yahudi aku jauh lebih maju dari banyak teman yang sebaya dengan aku di antara bangsaku, sebagai orang yang sangat rajin memelihara adat istiadat nenek moyangku. 1:15Tetapi waktu Ia, yang telah memilih aku sejak kandungan ibuku dan memanggil aku oleh kasih karunia-Nya, 1:16berkenan menyatakan Anak-Nya di dalam aku, supaya aku memberitakan Dia di antara bangsa-bangsa bukan Yahudi, maka sesaatpun aku tidak minta pertimbangan kepada manusia; 1:17juga aku tidak pergi ke Yerusalem mendapatkan mereka yang telah menjadi rasul sebelum aku, tetapi aku berangkat ke tanah Arab dan dari situ kembali lagi ke Damsyik. 1:18Lalu, tiga tahun kemudian, aku pergi ke Yerusalem untuk mengunjungi Kefas, dan aku menumpang lima belas hari di rumahnya.

Jagalah hati, jangan kau nodai …”, demikian selarik syair yang pernah dipopulerkan oleh AA Gymnastiar, seorang muslim pendiri Pondok Pesantren Daarut Tauhid di Bandung. Masa itu banyak yang mengagumi AA Gym dengan ajarannya tentang kebaikan, kelemahlembutan, dan kedamaian, bahkan dalam beberapa pertemuan/persekutuan doa, orang-orang Kristen turut mendoakan AA Gym supaya semakin dipakai oleh Tuhan sebagai alat-Nya. Beberapa tahun semuanya sirna, dimulai ketika AA Gym menikah lagi sehingga banyak ditinggalkan oleh umat yang sebelumnya sangat mengaguminya. Bisnis sampingannya berupa penerbitan buku-buku agama, CD, VCD/DVD, asesoris, radio dan televisi menjadi anjlok karena menjadi orang yang tidak disukai dan bertentangan dengan apa yang didengung-dengungkannya sebelumnya untuk menjaga hati yang akhirnya malah melukai hati banyak orang.

Politik kontemporer yang menjual agama (istilahnya menjual ayat dan mayat ketika Pilkada DKI dengan tujuan utama menjatuhkan petahana Ahok Basuki Tjahaja Purnama yang Kristen dengan tuduhan penistaan agama Islam) semakin mengukuhkannya untuk tidak lagi disukai oleh orang-orang Kristen. Termasuk aku yang dulu pernah berkunjung ke sentra bisnisnya manakala masih bertugas di Bandung.

Demikianlah pesan yang disampaikan oleh nas Ev kita minggu ini. Hati memancarkan kehidupan dan sekaligus juga kematian. Bergantung bagaimana kita menjaga hati kita, apakah diisi dengan terang yang bercahaya atau sebaliknya gelap gulita. Hatilah yang mengendalikan hidup kita, mengatur pikiran dan langkah mau diayun ke mana, mengarahkan pandangan mata untuk selalu ke depan, bibir yang hanya mengeluarkan ucapan yang baik dan penuh berkat, dan hidup lurus alias tidak serong ke kiri atau ke kanan.

Hidup lurus dan terang itu jugalah yang disampaikan Paulus kepada warga jemaat yang ada di Galatia. Mereka menyangsikan Paulus (karena mengingat riwayat masa lalunya yang menganiaya dan membunuh orang Kristen) dan ajaran Injil yang disampaikannya yang berbeda dengan pengajaran yang mereka terima selama ini tentang Taurat yang penuh dengan kekakuan dan ancaman. Sangat berbeda dengan Injil Kristus yang berisi kasih karunia, anugerah, perdamaian dan keselamatan bagi orang percaya.

Paulus menegaskan kepada para pendengarnya bahwa latar belakangnya selain menjadi penganiaya orang-orang Kristen, dia adalah orang yang pintar dan sales menurut ukuran Yahudi. Dan Yesus sendirilah yang menangkapnya untuk menjadikannya sebagai rasul yang harus memberitakan Injil yang juga langsung didapatnya melalui penyataan Yesus secara langsung melalui penglihatan dengan kesadaran penuh. Dengan demikian, ia berhak mengklaim bahwa Injil murni yang disampaikannya bukan pengajaran dari manusia seperti orang lain. Bahkan tidak setitik pun yang berasal dari rasul-rasul terdahulu. Walau dia pernah berkunjung ke rasul Petrus (= Kefas) itu bukanlah meminta restu, nasehat, atau pengajaran tentang Injil karena apa yang didapatnya dari Yesus sudah sangat memadai dan penuh kuasa untuk penyebaran Injil tersebut ke tempat-tempat lain. Bahkan sampai ke Arab, sekaligus untuk berefleksi sejenak dalam kesendirian dari keriuhan jemaat yang gemar mengganggu pelayanannya.

Kerasulan Paulus sudah ditetapkan bahkan sejak dia masih berada dalam kandungan ibunya, seperti nabi Yeremia. Jalan hidupnya yang kemudian membawanya harus melalui proses yang kontroversial. Namun pada akhirnya kehendak Tuhan sajalah yang dinyatakan dalam dirinya, Paulus menjadi rasul terbesar yang pernah ada dalam sejarah pekabaran Injil di muka bumi ini.

Tantangan/Bekal Bagi (Warga) Jemaat/Referensi

Firman yang kita dapatkan sekarang melalui pembacaan Alkitab, mendengar dari para pelayan jemaat, dan melihat secara langsung melalui berbagai media, itu jugalah yang disampaikan Paulus kepada warga jemaat pada abad-abad yang lalu. Firman yang dulu menghidupi orang-orang percaya pada masa Paulus dan setelah kematiannya yang dilanjutkan oleh para pekabar Injil lainnya, itu jugalah yang sampai pada kita hari ini. Dan itu adalah kehidupan, karena menerangi hati kita dan mengendalikan diri kita dalam memandang, mendengar, berpikir, berujar, dan melangkah di jalan yang dikehendaki Tuhan.

Respon kita dalam menanggapi firman yang sampai kepada kita, menentukan dampak yang ditimbulkannya. Apakah menjadi terang bercahaya, atau sebaliknya menjadi redup bahkan gelap gulita. Menjadi sesat, tersesat, dan menyesatkan.

Masih banyak orang yang belum mendengar Injil. Ada yang sudah mendengar, namun “sekadarnya” alias belum menghidupinya, karena firman itu belum berada dalam dirinya. Tidak selalu jauh, mungkin saja orang yang dekat dengan kita, di sekeliling kita.

Dari segi jumlah, kita adalah kaum minoritas di NKRI ini. Bukan melihatnya dengan pesimis, sebaliknya kita harus melihatnya sebagai peluang untuk menginjili mereka. Tidak harus selalu dengan berkhotbah, mengajak mereka ikut kebaktian, ke gereja, pemuridan. Bukan! Tidak harus selalu dengan itu. Menjadi saksi Kristus dalam kehidupan sehari-hari di mana sekeliling kita mampu melihat kita berbeda dan sekaligus mengarahkan mereka kepada pemahaman karena itu didorong oleh keimanan kita Kristus melalui perbuatan baik yang tulus, sudah mampu membuat malaikat di sorga bersorak-sorak memuliakan Tuhan.

Bukan begitu, kawan-kawanku sesama orang percaya?

Pertanyaan untuk Diskusi

Beberapa hal yang patut kita pertanyakan:

  • Sebagaimana Yeremia dan Paulus yang sudah diskenariokan menjadi nabi atau rasul sejak dalam kandungan, bagaimana dengan kita sekarang ini? Bagaimana kita tahu bahwa kita juga sudah direncanakan Tuhan sebagai penyampai kabar baik bagi orang-orang di sekitar kita?
  • Apa yang dilakukan Paulus dalam menangani tantangan dan tentangan yang dihadapinya dalam pemberitaan Injil? Utamanya dengan mengingat masa lalunya yang sangat kelam.
  • Jika Paulus “di-delete” Tuhan segalama masa lalunya yang kelam dengan penampakan Yesus di jalan menuju Damaskus, bagaimana dengan kita? Proses seperti yang dialami Paulus pastilah sangat kecil kemungkinannya untuk juga dialami pada masa kini, sementara tantangan dan tentangan kemungkinan lebih berat daripada masa lalu.

Memilih Pemimpin dengan Parameter Sepuluh Hukum Tuhan

Screen Shot 2019-03-09 at 22.15.54

Masih belum mantap dalam menjatuhkan pilihan pada pemilihan umum 17 April 2019 mendatang? Sebagaimana kita ketahui, 17 April mendatang yang tinggal sedikit hari lagi, rakyat Indonesia akan melakukan pemilihan langsung. Untuk wakil rakyat yang akan duduk di DPR, DPRD, dan DPD. Sekaligus juga dengan presiden dan wakil presiden. Berbagai sigi pendapat sudah menampilkan berbagai hasil dan analisisnya.

Sebagai orang percaya yang adalah bagian dari rakyat Indonesia, kita juga sepatutnya terlibat aktif dengan datang dan ikut dalam menentukan pilihan saat pemilu tersebut. Jangan golput alias tidak memilih! Apapun alasannya, adalah tetap lebih baik memilih daripada tidak memilih. Suara kita akan menentukan kehidupan berbangsa dan bernegara untuk lima tahun mendatang. Satu suara dapat menentukan kehidupan satu bangsa. Tidak main-main! Jangan pernah punya prinsip yang salah dengan mengatakan: “Cuma satu suara ‘ginilah … ‘Nggak ‘ngaruh juga …”.Jangan!

Sekarang kita berada pada tahapan pemilu yang sudah memasuki masa kampanye sejak 23 September 2018, dan akan berakhir pada 13 April 2019. https://nasional.kompas.com/read/2018/02/28/08350381/ini-tahapan-dan-jadwal-lengkap-pemilu-2019. Pastinya kita sudah merasakan hiruk-pikuk kampanye, baik untuk legislator maupun presiden dan wakilnya. Khusus untuk pemimpin tertinggi di negara kita ini – yakni presiden dan wakil presiden – kita sudah menyaksikan dua kali debat yang disiarkan oleh televisi nasional secara langsung. Pertama pada 17 Januari untuk pasangan capres/cawapres, lalu disusul dengan 17 Februari yang lalu untuk capres sendiri. Tak berapa lama lagi, pada 17 Maret kita akan menikmati debat ketiga dengan pesertanya khusus cawapres.

Dengan berjalannya waktu dan semakin mendekat hari pencoblosan 17 April 2019, sewajarnyalah kita sudah mantap dalam menentukan pilihan. Dengan sangat “membanjirnya” informasi yang hampir setiap menit bisa kita dapatkan dengan mengakses berbagai sumber yang tersedia, maka kita pun menjadi semakin mengenal siapa yang akan kita pilih. Malah belum?

Bisa jadi! Karena banyaknya informasi yang didapatkan malah membuat semakin bingung dalam menentukan pilihan. Itu ibaratnya makan di restoran atau warung yang menyediakan makanan tersaji, malah membuat kita menjadi bingung manakala ditanya oleh pramusaji: “Mau makan apa?”. Beda dengan di rumah yang menunya sudah ditentukan dan dikeluarkan sekaligus sehingga tidak ada pilihan. Dan tidak ada juga pertanyaan, “Mau makan apa?”, melainkan “Sudah, ini saja yang bisa disajikan hari ini. Makanlah!”. Itu pengalamanku. Mudah-mudahan pengalamanmu lebih baik daripadaku, ya …

Limpahan informasi yang tersedia tentang calon dan sepak terjangnya tidak kurang juga berupa informasi “kelas dua”, alias yang tidak sebenarnya. Ada yang dipercantik sehingga jadi seolah-olah. Simpang-siur, yang satu mengatakan A, yang lain bilang B. Bahkan ada yang hoaks sehingga layaknya sampah.

Sebagai orang percaya, kita harus menggunakan hak konstitusional tersebut. Dan itu sesuai dengan perintah dalam firman Tuhan. Salah satu situs terpercaya memberikan panduan yang patut dipertimbangkan dalam https://www.gotquestions.org/Indonesia/orang-Kristen-dan-memberikan-suara.htmlberikut ini:

Mencoblos dan memilih pemimpin yang meninggikan prinsip-prinsip Kristen menjadi tugas dan tanggung jawab bagi setiap orang Kristen. Allah memang yang memegang kendali, tetapi tidak berarti kita tidak berbuat apa-apa untuk mewujudkan kehendak-Nya. Kita diperintahkan untuk berdoa bagi para pemimpin kita (1 Tim 2:1-4).

Terkait soal politik dan kepemimpinan, Alkitab menyatakan kalau Allah terkadang tidak berkenan dengan pemimpin pilihan manusia (Hos 8:4). Bukti dari cengkeraman dosa di dunia ini bisa ditemukan di mana-mana. Banyak penderitaan di muka bumi ini disebabkan oleh kepemimpinan yang tidak mengakui otoritas Tuhan (Ams 28:12). Alkitab memberikan perintah kepada orang Kristen untuk mematuhi otoritas yang sah, kecuali otoritas tersebut bertentangan dengan perintah Allah (Kis 5:27-29; Rm 13:1-7).

Sebagai orang percaya, kita harus berusaha untuk memilih pemimpin yang mau menyerahkan diri mereka dipimpin oleh Allah Sang Pencipta (1 Sam 12:13-25). Kandidat yang menentang perintah Alkitab terkait soal kehidupan, keluarga, perkawinan, atau iman tidak boleh kita dukung (Ams 14:34). Setelah berdoa dan mempelajari Firman Allah untuk memahami realitas dari pilihan yang terdaftar di surat suara, orang Kristen seharusnya ikut memilih.

Di masa dan zaman ini, ada banyak pihak yang ingin menghilangkan Kristus dari kehidupan bermasyarakat. Memberikan suara dan memilih merupakan kesempatan bagi kita untuk mempertahankan, melindungi, ataupun mendukung pemerintahan yang saleh. Melewatkan kesempatan tersebut berarti membiarkan orang-orang yang menolak Kristus untuk berlaku semena-mena dalam kehidupan kita. Para pemimpin yang kita pilih – atau yang tidak mampu kita lengserkan – memiliki pengaruh besar pada kebebasan kita.

Para pemimpin bisa melindungi hak-hak orang Kristen untuk menyembah Allah dan mengabarkan Injil, atau malahan membatasi hak-hak tersebut. Para pemimpin dapat memimpin suatu bangsa dalam kebenaran atau malah menuju ke arah bencana moral. Sebagai orang Kristen, kita harus berjuang dan mengikuti perintah yang diberikan kepada kita untuk ikut memenuhi tugas kewarganegaraan (Mat 22:21).
Sudah semakin jelaslah sekarang bahwa kita memang harus ikut mencoblos. Dan kriteria tentang karakter yang layak dipertimbangkan untuk dicoblos sudah ada dalam untaian paragraph tersebut di atas. Silakan disimak kembali dan direnungkan dengan terang Alkitab.

Jika masih belum mantap, ini aku bantu dengan suatu “alat” untuk mengerucutkan pilihan. Dari berbagai nama calon yang sudah masuk pertimbangan kemudian dikuantitatifkan. Artinya, dibuat menjadi angka-angka. Nah, calon mana yang mendapat angka tertinggi berdasarkan penilaian kita, maka dialah yang paling pantas untuk dicoblos pada surat suara di bilik suara pada 17 April 2019 mendatang.

Salah satu alat dimaksud adalah dengan menggunakan Sepuluh Hukum Tuhan. Untuk masing-masing hukum tersebut diberikan kriteria yang paling pas menurut kita yang sejalan dengan prinsip firman Tuhan tersebut. Di bawah ini dicontohkan dengan pilpres dan penilaianku pribadi dengan range 1 (terendah) sampai 3 (tertinggi):

Hukum

Isinya Jokowi

Prabowo

I Akulah Tuhan Allah-mu, jangan ada ilah lain di hadapan-Ku

3

2

II Jangan_membuat bagimu patung yang menyerupai apa pun

3

3

III Jangan menyebut nama Tuhan Allah-mu dengan sembarangan

3

2

IV Kuduskanlah hari Sabat

3

0

V Hormatilah ayahmu dan ibumu

3

3

VI Jangan membunuh

3

0

VII Jangan berzinah

3

1

VIII Jangan mencuri

3

0

IX Jangan bersaksi dusta

3

0

X Jangan mengingini rumah sesamamu, istri sesamamu, hamba, hewan, atau apapun yang dimiliki sesamamu.

3

3

Total

30

14

Relevansinya dapat tentukan sendiri, misalnya perintah-IV karena keduanya bukan Kristen maka diganti pemhamannya tentang sholat Jum’at, perintah-IX bisa diartikan dengan hoaks, dan lain-lain. Bisa juga dengan memperpanjang rentang nilai supaya lebih leluasa dalam memberikan angka, misalnya dengan angka 1 (terendah) sampai 10 (tertinggi):

Hukum Isinya Jokowi Prabowo
I Akulah Tuhan Allah-mu, jangan ada ilah lain di hadapan-Ku

7

5

II Jangan_membuat bagimu patung yang menyerupai apa pun

10

10

III Jangan menyebut nama Tuhan Allah-mu dengan sembarangan

10

5

IV Kuduskanlah hari Sabat

10

2

V Hormatilah ayahmu dan ibumu

10

10

VI Jangan membunuh

10

3

VII Jangan berzinah

10

6

VIII Jangan mencuri

10

6

IX Jangan bersaksi dusta

10

0

X Jangan mengingini rumah sesamamu, istri sesamamu, hamba, hewan, atau apapun yang dimiliki sesamamu.

10

10

Total

97

57

Bergantung kepada mana yang paling nyaman dan paling memungkinkan bagi Anda. Ada juga yang malah menjadi lebih sulit jika diberikan rentangan lebih luas sebagaimana contoh di atas. Untuk itu, pilihannya adalah “hitam atau putih”, atau “nol atau satu”.

Hukum

Isinya Jokowi

Prabowo

I Akulah Tuhan Allah-mu, jangan ada ilah lain di hadapan-Ku

1

0

II Jangan_membuat bagimu patung yang menyerupai apa pun

1

1

III Jangan menyebut nama Tuhan Allah-mu dengan sembarangan

1

1

IV Kuduskanlah hari Sabat

1

0

V Hormatilah ayahmu dan ibumu

1

1

VI Jangan membunuh

1

0

VII Jangan berzinah

1

0

VIII Jangan mencuri

1

0

IX Jangan bersaksi dusta

1

0

X Jangan mengingini rumah sesamamu, istri sesamamu, hamba, hewan, atau apapun yang dimiliki sesamamu.

1

1

Total

10

4

Sudah lebih mudah, ‘kan? Harapanku, dengan alat bantu tersebut, masing-masing orang percaya sudah lebih mantap dalam menentukan pilihannya. Tabel tersebut juga dapat diimplementasikan untuk pemilihan calon anggota DPR, DPRD, dan DPD. Jadi, jangan golput, ya …!

Andaliman 03 Maret 2019 Minggu Estomihi (Engkaulah Batu Penjuru Bagiku): Yesus adalah Mesias Anak Allah yang hidup

shutterstock_79764499-660x350

Evangelium Matius 16:13-20

Pengakuan Petrus

16:13Setelah Yesus tiba di daerah Kaisarea Filipi, Ia bertanya kepada murid-murid-Nya: “Kata orang, siapakah Anak Manusia itu?” 16:14Jawab mereka: “Ada yang mengatakan: Yohanes Pembaptis, ada juga yang mengatakan: Elia dan ada pula yang mengatakan: Yeremia atau salah seorang dari para nabi.” 16:15Lalu Yesus bertanya kepada mereka: “Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?” 16:16Maka jawab Simon Petrus: “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!” 16:17Kata Yesus kepadanya: “Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga. 16:18Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. 16:19Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga.” 16:20Lalu Yesus melarang murid-murid-Nya supaya jangan memberitahukan kepada siapapun bahwa Ia Mesias.

Epistel Yosua 5:13-15

Panglima Balatentara TUHAN

5:13Ketika Yosua dekat Yerikho, ia melayangkan pandangnya, dilihatnya seorang laki-laki berdiri di depannya dengan pedang terhunus di tangannya. Yosua mendekatinya dan bertanya kepadanya: “Kawankah engkau atau lawan?” 5:14Jawabnya: “Bukan, tetapi akulah Panglima Balatentara TUHAN. Sekarang aku datang.” Lalu sujudlah Yosua dengan mukanya ke tanah, menyembah dan berkata kepadanya: “Apakah yang akan dikatakan tuanku kepada hambanya ini?” 5:15Dan Panglima Balatentara TUHAN itu berkata kepada Yosua: “Tanggalkanlah kasutmu dari kakimu, sebab tempat engkau berdiri itu kudus.” Dan Yosua berbuat demikian.

Kedua nas perikop ini berbicara tentang jemaat (Bahasa Bataknya: huria) atau gereja atau persekutuan, bukan warga jemaat (Bahasa Bataknya: ruas), dua istilah yang semakin sering dicampuradukkan oleh banyak orang. Masih ada beberapa pesan lain, tentunya. Namun, baiklah kita lebih fokus pada hal tersebut terlebih dahulu.

Pada nas Ev ada permainan bunyi kata yang disampaikan oleh Yesus, yakni tentang “petrus” (= batu karang) dan “petros” (= sebongkah batu karang). Yesus mengatakan tentang rencana pembentukan jemaat dan Petrus adalah pemegang kunci Kerajaan Sorga. Dengan jawaban Petrus (yang berasal dari pernyatan Bapa di sorga) yang mendapat pujian dari Yesus yang sangat jauh kualitasnya dibandingkan jawaban-jawaban sebelumnya yang berasal dari manusia, seakan Petrus memiliki posisi khusus dibandingkan dengan rasul-rasul lain yang menjadi murid Yesus. Tidak seperti kuis di televisi di mana pemenang atau penjawab yang benar akan diganjar dengan hadiah, Tuhan memang sudah menentukan apa yang menjadi bagian dari setiap orang, termasuk para rasul. Petrus yang cenderung bereaksi spontan seringkali memosisikan dirinya sebagai pemimpin di antara para murid lainnya.

Jawaban Petrus memang sangat berbeda dengan jawaban-jawaban sebelumnya yang juga disampaikan oleh murid-murid. Namun, jangan lupa, jawaban tersebut adalah “aspirasi” yang ditangkap oleh murid-murid dari khalayak selama melakukan “blusukan”. Dan sangat nyata perbedaannya, antara jawaban para murid yang lebih intens berinteraksi dengan Yesus dibandingkan dengan jawaban khalayak ramai tersebut.

Tuhan-lah yang mendirikan gereja, sekaligus menjadi batu penjuru dan Kepala Gereja. Bukan Eforus, Bishop, Ketua Sinode, apalagi “sekadar” pemimpin jemaat yang akan berganti sesuai masanya masing-masing, alias ada musimnya. Kristus tidak! Beliaulah Sang Pemimpin Gereja, sekaligus Batu Penjuru. Artinya titik sentral gereja dan sumber kebenaran kekristenan. Bukan yang lain!

Karena dipimpin oleh Kristus sendiri, maka gereja akan abadi, karena alam maut tidak akan mampu menguasainya. Sejarah membuktikan, bahwa walau ditekan, ditindas, dianiaya, dibunuh, difitnah … gereja tidak pernah musnah dari muka bumi ini. Secara fisik bangunan, apalagi secara rohani, karena kita orang-orang percaya ini adalah gereja yang sesungguhnya. Kurang apa dahsyatnya konflik dan malapetaka yang menimpa HKBP – dan juga gereja-gereja lainnya pada masa dan situasinya masing-masing – pada tahun-tahun yang lalu yang memakan korban sangat banyak, namun terbukti masih eksis sampai hari ini. Bukan karena hebat, pintar, dan jagonya tokoh-tokoh gereja dan pemerintah, namun karena Kristuslah yang sudah menyatakan bahwa iblis sekalipun ‘nggak bakalan mampu memusnahkannya.

Jadi, jangan pernah sombong dengan mengatakan “akulah yang mendirikan gereja ini” (sisuan bulung, seperti yang banyak terjadi di berbagai jemaat …), “kalau aku ‘nggak ada, sudah bubar gereja ini dari dulu”, atau kalimat angkuh dan merasa paling berjasa lainnya. Jika tak mampu jadi batu karang yang teguh dan kokoh, jangan sekali-kali menjadi batu kerikil yang membuat tersandung.

Nas perikop Ep kembali menyadarkan betapa sucinya gereja. Pengalaman Yosua mengingatkan kita pada hal yang sama yang dialami oleh Musa, yakni tentang kewajiban menanggalkan kasut. Tak perlu ditafsirkan dan diamalkan secara harafiah layaknya penganut agama sebelah yang harus meninggalkan alas kaki di depan pintu masuk rumah ibadah. Pesan yang mau disampaikan adalah bahwa gereja itu adalah kudus sebagaimana juga hal-hal lainnya yang ditetapkan Kristus adalah kudus, misalnya perkawinan dan keluarga,

Perlakukanlah yang kudus itu secara kudus sebagaimana mestinya supaya tidak seperti memberikan sekuntum bunga kepada seekor babi yang kemudian mengobrak-abriknya. Hormat dan tunduk (sebagaimana Yosua menundukkan kepalanya hingga jidatnya menyentuh tanah) kepada Sang Pemilik Otoritas, demikianlah sikap kita yang sepatutnya kepada Yesus, Sang Mesias, Anak Allah yang Hidup.  

Analogi “mengikat dan membuka” dapat disejajarkan dengan tradisi bangsa Israel manakala membaca Taurat yang masih berbentuk gulungan pada masa itu. Otoritas yang dimiliki oleh rasul dan pemimpin jemaat pada masa itu dalam memberitakan firman Tuhan juga ada pada kita yang termasuk sebagai “warga jemaat biasa” dalam struktur kepemimpinan jemaat. Dan sesuai dengan waktu-Nya sebagaimana juga ditekankan oleh Yesus kepada para murid untuk menahan diri untuk tidak buru-buru menyebarluaskan kemesiasan-Nya. Semua indah pada waktunya, ‘kan?

Tantangan/Bekal Bagi (Warga) Jemaat/Referensi

Pertanyaan yang sama yang diajukan Yesus kepada murid-murid tersebut jika diajukan kepada kita, apakah yang menjadi jawaban kita? Apakah sesuai jawaban khalayak ramai, ataukah sesuai jawaban Petrus yang diterangi oleh hikmat surgawi? Atau, jangan-jangan kita sendiri belum punya jawaban karena tidak mampu mengenal Yesus yang sebenarnya.

Perbedaan yang tajam dari kualitas jawaban yang sudah disampaikan dalam nas Ev tersebut di atas, mengingatkan kita bahwa intensitas pergaulan dengan Yesus sangat menentukan sejauh mana dan sedalam mana pengenalan kita terhadap Yesus.  Sebagai mana disampaikan dalam sebuah rujukan,inilah pertanyaan yang harus sering kita tanyakan kepada diri kita sendiri, “Siapakah Tuhan Yesus itu menurut pendapat kita? Apakah Ia sungguh berharga bagi kita? Apakah menurut pandangan kita, Ia mencolok mata di antara selaksa orang? Apakah Ia menjadi buah hati kita?” Keadaan kita akan menjadi baik atau buruk tergantung pada apakah pikiran kita benar atau salah mengenai Yesus Kristus.

Bukan gereja yang menyelamatkan, melainkan iman percaya kita kepada Yesus. Namun hal tersebut bukan berarti kita “berhak” untuk meninggalkan gereja alias tidak menikmati persekutuan yang diberikan oleh gereja. Bukan! Carilah gereja dengan pengajaran yang sehat dan setialah hanya kepada Kristus, yang adalah benar-benar Sang Kepala Gereja.

Bukan begitu, kawan-kawanku sesama orang percaya?

Pertanyaan untuk Diskusi

Beberapa hal yang patut kita pertanyakan

  • Apakah relevansi pernyataan Yesus bahwa Petrus sebagai penerima kunci Kerajaan Surga bagi iman kristiani kita?
  • Kenapa Yesus melarang murid-murid untuk memberitahukan status kemesiasan Beliau?

Sebagaimana Yosua yang bertemu Panglima Bala Tentara Tuhan dengan melakukan “screening” untuk menentukan posisinya sebagai kawan atau lawan, bagaimana dengan kita pada masa kini yang hidup pada masa teknologi canggih di Revolusi Industri 4.0?

Jangan Menahan Kebaikan, Apalagi Menyusahkan!

Dalam ketergesaanku untuk bertemu dan berdiskusi dengan salah seorang pemimpin kampus teologi di Kelapa Gading pada Rabu, 30 Januari 2019 yang lalu mendadak kecelakaan lalu lintas menunda ketibaanku pada pertemuan yang sudah dirancang dan disepakati berminggu-minggu sebelumnya. Walau pernah menjadi mahasiswa beliau dan sering berinteraksi di kampus, baru aku tahu ternyata tidak selalu mudah bertemu dengan beliau (walau sepanjang pengetahuan hampir setiap hari ada di kampus dan tidak selalu disibukkan dengan berbagai kegiatan kampus, misalnya menerima tamu dan berdiskusi dengan teman sejawat membicarakan hal yang perlu untuk memajukan kampus …). Hal ini mengesankan beliau adalah seorang “single fighter”.