Nasib Anak Kos

Karena belum mendapatkan rumah kontrakan yang pas (sesuai dengan hati dan fikiran, terutama anggota keluarga; persyaratan yang ditetapkan oleh Perusahaan, dan anggaran alias budget tentunya …), sejak minggu ketiga Maret yang lalu aku indekos di salah satu rumah kos (rumah yang sengaja dibangun untuk disewakan kepada orang-orang pendatang) yang terletak di Cijagra. Setelah mencari info dari berbagai pihak dan melakukan pengecekan langsung ke lokasi (yang juga melibatkan mak Auli), akhirnya pada menit-menit terakhir (beberapa saat sebelum mereka pulang ke Jakarta) diputuskan kepada rumah kos yang sekarang ini.

Bangunannya masih baru dan bagus sehingga kelihatan sangat kokoh. Dua lantai. Agak mengejutkan bagiku semula karena mengetahui bahwa ternyata tidak ada pemisahan blok antara laki-laki dan perempuan. Saat pertama sekali bertemu dengan ibu kos, aku mengira bahwa blok yang di sebelah kiri pintu masuk dikhususkan kaum perempuan (karena berdekatan dengan kantor adiministrasi) dan di sebelah kanan untuk kaum pria. Ternyata tidak. Campur baur (dan ini salah satu topik yang dibicarakan oleh salah seorang kenalanku yang tinggal di Bandung untuk mengingatkanku agar hati-hati, dan beberapa cerita minor lainnya tentang Bandung). Terus terang, agak mengherankan bagiku karena apa yang disampaikannya masih jauh dari apa yang sudah aku alami selama ini. Atau masih belum, barangkali ya?

Jujur saja, siapa dan apa jenis kelamin orang yang tinggal di sebelah kiri kamarku (yang paling ujung di blok tempatku tinggal di lantai dua itu), di sebelah kanan, dan bahkan di depan kamarku, aku tidak tahu. Salah satu penyebabnya adalah jadualku yang memang aku atur sedemikian rupa: pagi sebelum jam tujuh sudah berangkat ke kantor, lalu kembali setelah jam sepuluh. Jadi, sangat jarang ketemu dengan penghuni rumah kos. Lagian – dari pengalamanku sendiri – kelihatannya orang-orang penghuni rumah kos ini kurang ramah dan kurang terbuka. Pada mulanya aku masih mau ‘ngobrol dan berbagi senyum jika berpapasan dengan sesama penghuni, namun karena hampir tidak pernah bersambut, akhirnya aku pun menjadi “segan” untuk berbagi senyum bilamana berpapasan dengan mereka. Sesuatu yang tidak aku sukai memang, karena membuatku merasa tidak nyaman.

Yang paling sering aku ajak ‘ngobrol adalah Tutus, sang “office boy”. Lalu mang Ojat, sang satpam. Lalu teh Titin, sang pencuci pakaian. Selain karena menyukai bicara dengan kalangan “kelas bawah” (ma’af untuk istilah dan klasifikasi ini …), mereka juga orang yang paling banyak berhubungan dengan kehidupanku sejak menjadi “anak kos” ini.

Aku memilih tinggal di lantai dua (karena hanya itu kamar kos yang kosong saat itu yang tidak pakai AC) dan yang satunya lagi yang pakai AC di lantai dasar sudah langsung diisi orang lain karena aku tidak ketemu dengan ibu kos sehari sebelumnya. Ada tempat tidur dan kasur, namun aku harus membeli bantal dan guling serta seprei malam itu. Ada lemari kayu untuk meletakkan pakaian, dan satu set meja kursi sederhana. Sebagai pengganti AC, ibu kos menyuruh Tutus untuk memasang kipas angin di dinding, kurang beberapa menit sebelum aku masuk pertama kali di kamar bernomor 38 tersebut. Kipas angin itu hanya beberapa hari aku pakai karena tidak tahan dengan dingin yang disebabkan oleh kipasnya yang juga mengeluarkan suara berisik.

Dengan bantuan salah seorang anggota timku, aku pun berbelanja semua kebutuhan anak kos untuk sebagai kelengkapan kehidupanku di kamar tersebut. Sebuah piring dan satu set sendok garpu kemudian dikirimkan oleh mak Auli (yang sampai saat ini belum pernah aku pakai karena memang tidak pernah aku makan di kamar).

Begitulah kehidupanku saat ini. Lokasinya yang berdekatan dengan kantor kami di Batununggal membuatku hampir tidak pernah terburu-buru datang ke kantor. Ini adalah salah satu “kemewahan” yang langsung aku nikmati sejak tinggal di Bandung. Biaya transportasiku pun menjadi sangat hemat, dan itu bisa aku alokasikan untuk pulang ke Jakarta pada Sabtu siang dan kembali ke Bandung pada Senin pagi.

Andaliman-70 Khotbah 25 April 2010 Minggu Jubilate

Bersorak-sorailah bagi Allah, Dia adalah Tuhan bagi seluruh umat manusia.

Nas Epistel: Zefanya 3:14-20 (bahasa Batak: Sepania 3:14-20)

3:14 Bersorak-sorailah, hai puteri Sion, bertempik-soraklah, hai Israel! Bersukacitalah dan beria-rialah dengan segenap hati, hai puteri Yerusalem!

3:15 TUHAN telah menyingkirkan hukuman yang jatuh atasmu, telah menebas binasa musuhmu. Raja Israel, yakni TUHAN, ada di antaramu; engkau tidak akan takut kepada malapetaka lagi.

3:16 Pada hari itu akan dikatakan kepada Yerusalem: “Janganlah takut, hai Sion! Janganlah tanganmu menjadi lemah lesu.

3:17 TUHAN Allahmu ada di antaramu sebagai pahlawan yang memberi kemenangan. Ia bergirang karena engkau dengan sukacita, Ia membaharui engkau dalam kasih-Nya, Ia bersorak-sorak karena engkau dengan sorak-sorai,

3:18 seperti pada hari pertemuan raya.” “Aku akan mengangkat malapetaka dari padamu, sehingga oleh karenanya engkau tidak lagi menanggung cela.

3:19 Sesungguhnya pada waktu itu Aku akan bertindak terhadap segala penindasmu, tetapi Aku akan menyelamatkan yang pincang, mengumpulkan yang terpencar dan akan membuat mereka yang mendapat malu menjadi kepujian  dan kenamaan di seluruh bumi.

3:20 Pada waktu itu Aku akan membawa kamu pulang, yakni pada waktu Aku mengumpulkan kamu, sebab Aku mau membuat kamu menjadi kenamaan dan kepujian di antara segala bangsa di bumi dengan memulihkan keadaanmu di depan mata mereka,” firman TUHAN.

Nas Evangelium: Kisah Rasul 15:6-18 (bahasa Batak: Ulaon Parapostel 15:6-18)

15:6 Maka bersidanglah rasul-rasul dan penatua-penatua untuk membicarakan soal itu.

15:7 Sesudah beberapa waktu lamanya berlangsung pertukaran pikiran mengenai soal itu, berdirilah Petrus dan berkata kepada mereka: “Hai saudara-saudara, kamu tahu, bahwa telah sejak semula Allah memilih aku dari antara kamu, supaya dengan perantaraan mulutku bangsa-bangsa lain mendengar berita Injil dan menjadi percaya.

15:8 Dan Allah, yang mengenal hati manusia telah menyatakan kehendak-Nya untuk menerima mereka, sebab Ia mengaruniakan Roh Kudus juga kepada mereka sama seperti kepada kita,

15:9 dan Ia sama sekali tidak mengadakan perbedaan antara kita dengan mereka, sesudah Ia menyucikan hati mereka oleh iman.

15:10 Kalau demikian, mengapa kamu mau mencobai Allah dengan meletakkan pada tengkuk murid-murid itu suatu kuk, yang tidak dapat dipikul, baik oleh nenek moyang kita maupun oleh kita sendiri?

15:11 Sebaliknya, kita percaya, bahwa oleh kasih karunia Tuhan Yesus Kristus kita akan beroleh keselamatan sama seperti mereka juga.”

15:12 Maka diamlah seluruh umat itu, lalu mereka mendengarkan Paulus dan Barnabas menceriterakan segala tanda dan mujizat yang dilakukan Allah dengan perantaraan mereka di tengah-tengah bangsa-bangsa lain.

15:13 Setelah Paulus dan Barnabas selesai berbicara, berkatalah Yakobus: “Hai saudara-saudara, dengarkanlah aku:

15:14 Simon telah menceriterakan, bahwa sejak semula Allah menunjukkan rahmat-Nya kepada bangsa-bangsa lain, yaitu dengan memilih suatu umat dari antara mereka bagi nama-Nya.

15:15 Hal itu sesuai dengan ucapan-ucapan para nabi seperti yang tertulis:

15:16 Kemudian Aku akan kembali dan membangunkan kembali pondok Daud yang telah roboh, dan reruntuhannya akan Kubangun kembali dan akan Kuteguhkan,

15:17 supaya semua orang lain mencari Tuhan dan segala bangsa yang tidak mengenal Allah, yang Kusebut milik-Ku demikianlah firman Tuhan yang melakukan semuanya ini,

15:18 yang telah diketahui dari sejak semula.

Nas perikop Minggu ini  meminta kembali untuk memuji Tuhan. Karena apa? Karena peranan-Nya dalam kehidupan. Apapun yang terjadi, masa lalu, masa kini, dan masa depan, sebenarnya Dia telah menentukan. Hal ini sekaligus mengingatkanku untuk selalu memuji (= bersorak-sorai dalam memuliakan nama-Nya) dan mempercayai bahwa Tuhan yang menentukan segala sesuatu dalam kehidupanku. Dia-lah juga pembelaku, yang memperjuangkan kepentinganku dalam setiap perkara kehidupanku. Dia jualah yang menjanjikan keselamatan dalam hidupku.

Bukan hanya aku, melainkan juga semua orang yang percaya. Tidak peduli suku dan bangsanya, status sosialnya, entah apapun latar belakangnya, semua adalah di bawah pengawasan dan di bawah kuasa Tuhan.

Tantangan/Bekal untuk (Warga) Jemaat/Referensi

Tak ada sebenarnya yang perlu kita ragukan lagi, bahwa betapa Tuhan menjanjikan keselamatan dalam kehidupan kita. Dia-lah yang memegang kendali atas kehidupan kita. Untuk itu, layaklah kita memuji kebesaran dan kemuliaan-Nya, karena hanya Dia-lah yang berhak mendapatkan semuanya itu.

Apa lagi yang mesti diragukan? Atau, koq masih ragu?

Andaliman-69 Khotbah 18 April 2010 Minggu Miserikordias Domini

Hidup ini indah, koq … Tinggal ’gimana kita mensyukurinya aja.

Nas Epistel: Ratapan 3:22-26 (bahasa Batak: Andung 3:22-26)

3:22 Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya,

3:23 selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!

3:24 “TUHAN adalah bagianku,” kata jiwaku, oleh sebab itu aku berharap kepada-Nya.

3:25 TUHAN adalah baik bagi orang yang berharap kepada-Nya, bagi jiwa yang mencari Dia.

3:26 Adalah baik menanti dengan diam pertolongan TUHAN.

Nas Evangelium: Lukas 17:11-19

17:11 Dalam perjalanan-Nya ke Yerusalem Yesus menyusur perbatasan Samaria dan Galilea.

17:12 Ketika Ia memasuki suatu desa datanglah sepuluh orang kusta menemui Dia. Mereka tinggal berdiri agak jauh

17:13 dan berteriak: “Yesus, Guru, kasihanilah kami!”

17:14 Lalu Ia memandang mereka dan berkata: “Pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam-imam.” Dan sementara mereka di tengah jalan mereka menjadi tahir.

17:15 Seorang dari mereka, ketika melihat bahwa ia telah sembuh, kembali sambil memuliakan Allah dengan suara nyaring,

17:16 lalu tersungkur di depan kaki Yesus dan mengucap syukur kepada-Nya. Orang itu adalah seorang Samaria.

17:17 Lalu Yesus berkata: “Bukankah kesepuluh orang tadi semuanya telah menjadi tahir? Di manakah yang sembilan orang itu?

17:18 Tidak adakah di antara mereka yang kembali untuk memuliakan Allah selain dari pada orang asing ini?”

17:19 Lalu Ia berkata kepada orang itu: “Berdirilah dan pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau.”

Belakangan hari ini – terutama di kalangan keluarga dan jemaat – semakin sering saja aku mendengar keluhan, jawaban tentang betapa sulitnya untuk melakukan sesuatu, dan hal-hal lain yang cenderung bersifat negatif daripada  positif. Di tim penjualan kami yang menjadi wilayah tanggung jawabku pun minggu lalu aku banyak mendengar. “Tidak bisa, pak kita mencapai hal itu. Sulit banget pak kalau harus mengerjakan seperti itu”, adalah beberapa kalimat di antaranya yang mengantarkanku pada sikap mulai tidak sabaran. Karena tidak juga memberikan alternatif solusi – hanya keluhan semata-mata – maka aku pun dengan tegas mengatakan, “Jangan hanya mengeluh. Dan jangan Tanya kenapa begini dan kenapa harus begitu. Daripada menghabiskan waktu dan energi hanya mengeluh, lebih baik kita fokus pada solusi dan bagaimana mencapai apa yang harus kita capai”. Yang penting adalah keyakinan bahwa apa yang akan dilakukan adalah yang terbaik, menurutku begitu.

Di jemaat juga terjadi hal yang sama. Sebagai bagian dari Panitia Jubileum, tentu saja aku terlibat dalam rapat-rapat dan percakapan-percakapan yang berhubungan dengan strategi dan tindakan yang harus dilakukan untuk menyukseskan kegiatan besar ini. Dan ucapan pesimis dan lontaran kata “tidak bisa” (apalagi menyangkut dana …) adalah seakan-akan menjadi santapan rutinku. Hanya segelintir yang memiliki sikap optimis, salah satu di antaranya mengatakan, “Jangan kita membatasi kekuatan dan kekuasaan Tuhan. Kita kerjakan saja semampu kita, dan kita harus meyakini bahwa Tuhan akan bekerja untuk mencukupi apa yang benar-benar kita butuhkan. Jangan pesimis!”. Kalimat inilah yang paling aku suka dan aku harapkan muncul dari orang-orang dalam menghadapi setiap masalah dan setiap keadaan. Masih ada Tuhan sebagai sumber pengharapan. Biarkan Dia yang bekerja setelah kita melakukan upaya maksimal. Dan bersyukurlah selalu dalam setiap keadaan. Dalam masa-masa sukar, apalagi setelah menerima berkat kelimpahan.

Itulah yang terjadi pada salah seorang buta yang telah disembuhkan Yesus. Bersama kawan-kawannya yang lain, dia berharap akan kesembuhan dari Tuhan. Dan memanfaatkan kesempatan saat bertemu Yesus pada suatu hari. Tentu saja Yesus menyembuhkan. Namun apa yang terjadi? Hanya seorang yang kembali kepada Yesus untuk mengucap syukur atas kesembuhannya. Dialah orang Samaria, yang saat itu dianggap lebih rendah kelasnya daripada orang Ibrani sendiri. Dan ini mengingatkanku betapa seringnya aku melakukan hal yang sama: lupa bersyukur kepada Tuhan setelah berhasil melampaui suatu masa sulit dan menerima berkat dari Tuhan. Ingat Tuhan hanya pada masa sulit, dan lupa setelah badai berlalu …

Pesan itulah yang coba disampaikan oleh kedua perikop yang menjadi nas Ep dan Ev Minggu ini sebagai pengantar Minggu Miserikordias Domini yang berarti “bumi ini penuh berkat dan karunia Tuhan”.

Tantangan/Bekal untuk (Warga) Jemaat/Referensi

Jujur saja, tidak banyak orang yang pada kenyataannya mampu bersikap sama dengan orang Samaria yang buta dan yang kemudian disembuhkan oleh Yesus sebagaimana diceritakan dalam perikop Ev Minggu ini. Umumnya orang-orang lebih cenderung melihat dan berkutat dalam masalah yang sedang dihadapi daripada sebaliknya keluar dan mengatasi masalah tersebut.

Inilah saatnya bagi kita untuk kembali dengan berani mengatakan, “Hai masalah, aku punya Tuhan yang lebih besar daripadamu”, untuk menggantikan perkataan, “Waduh, aku punya masalah besar, nih!”.

Horeee Kantor Baru … eh, koq tanobato Diblok!

Sejak ditugaskan di Bandung mulai Maret yang lalu, banyak sekali yang harus aku tangani. Dan hampir semua menuntut untuk dilakukan dengan segera. Perpindahan kantor dengan segala pernak-perniknya, itulah yang paling banyak menyita waktu dan tenaga. Apalagi pemilik rumah memberikan tenggat 31 Maret – sementara urusan kantor pengganti juga belum benar-benar final. Untuk itu diperlukan terobosan. Puji Tuhan, salah satu pemilik rumah yang sudah mengajukan penawaran akhirnya bersedia membolehkan rumah tersebut kami tempati sambil menunggu proses administrasi dan pembayaran dilanjutkan. Artinya, kami menempati rumah tersebut meskipun belum membayar sepeser pun! Jadilah kami menempati rumah di Komplek Batununggal Abadi, yang semua anggota tim di Bandung menyukainya karena lebih representatif dibanding kantor kami sebelumnya di Turangga. Dan ini salah satu jadi bahan perhatianku pertama kali datang di Bandung, apalagi salah seorang anggota tim berkata penuh harap padaku saat itu, “Kalau boleh pak, kantor kita yang baru nanti lebih baguslah daripada yang sekarang ini. Lebih mencerminkan perusahaan kita”.

Setelah jaringan telekomunikasi terpasang – ada hambatan sedikit mengenai koneksi dan kecepatannya – ada kejutan … blog tanobato diblok oleh perusahaan. Tidak diperbolehkan mengaksesnya! Itu kalau pakai notebook/laptop kantor. Tidak ada cara lain selain pakai laptop pribadi. “Beli yang baru aja, pak …”, kata salah seorang anggota timku di Bandung ketika melihat laptop pribadiku yang aku beli dengan harga lelang dari kantor beberapa tahun silam yang terkesan out of date. Selama ini dipakai oleh Auli di rumah (dan mamaknya untuk bermain game di rumah …). Dengan beberapakali penanganan, akhirnya hari ini bisa mengakses dengan kecepatan koneksi yang lumayan terandalkan. Jadilah di ruangan kantorku ada dua laptop yang selalu stand by menemaniku bekerja. Jika ada yang bertanya, aku selalu menjawab dengan tersenyum, “Oh, yang ini laptop ‘pemerintah’. Satunya lagi milik swasta …”.

Puji Tuhan, sekali lagi! Untuk urusan kantor, aku pakai laptop milik kantor. Untuk urusan pribadi – di luar jam kerja, tentunya – (posting blog, menyiapkan materi ceramah, ber-face book ria …), aku pakai laptop pribadi. Tidak menyalahilah ya, tokh untuk hal-hal lainnya (telepon, listerik, misalnya) dibayar secara fixed koq … Semoga produktivitasku muncul kembali dengan ini.

Andaliman-68 Khotbah 11 April 2010 Minggu Quasimodogenity

Hidup sebagai anak-anak Allah dengan cara menuruti perintah-Nya

Nas Epistel: Mazmur 8:2-7 (bahasa Batak: Psalmen 8:2-7)

Untuk pemimpin biduan. Menurut lagu: Gitit. Mazmur Daud. (8-2) Ya TUHAN, Tuhan kami, betapa mulianya nama-Mu di seluruh bumi! Keagungan-Mu yang mengatasi langit dinyanyikan.

8:2 (8-3) Dari mulut bayi-bayi dan anak-anak yang menyusu telah Kauletakkan dasar kekuatan karena lawan-Mu, untuk membungkamkan musuh dan pendendam.

8:3 (8-4) Jika aku melihat langit-Mu, buatan jari-Mu, bulan dan bintang-bintang yang Kautempatkan:

8:4 (8-5) apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya?

8:5 (8-6) Namun Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah, dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat.

8:6 (8-7) Engkau membuat dia berkuasa atas buatan tangan-Mu; segala-galanya telah Kauletakkan di bawah kakinya:

8:7 (8-8) kambing domba dan lembu sapi sekalian, juga binatang-binatang di padang;

Nas Evangelium: 1 Yohanes 2:1-6

2:1 Anak-anakku, hal-hal ini kutuliskan kepada kamu, supaya kamu jangan berbuat dosa, namun jika seorang berbuat dosa, kita mempunyai seorang pengantara pada Bapa, yaitu Yesus Kristus, yang adil.

2:2 Dan Ia adalah pendamaian untuk segala dosa kita, dan bukan untuk dosa kita saja, tetapi juga untuk dosa seluruh dunia.

2:3 Dan inilah tandanya, bahwa kita mengenal Allah, yaitu jikalau kita menuruti perintah-perintah-Nya.

2:4 Barangsiapa berkata: Aku mengenal Dia, tetapi ia tidak menuruti perintah-Nya, ia adalah seorang pendusta dan di dalamnya tidak ada kebenaran.

2:5 Tetapi barangsiapa menuruti firman-Nya, di dalam orang itu sungguh sudah sempurna kasih Allah; dengan itulah kita ketahui, bahwa kita ada di dalam Dia.

2:6 Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup.

Nas perikop yang sangat indah untuk sebagai bekal menyongsong hidup baru pasca-Paskah. Mazmur yang menjadi Ep Minggu ini menceritakan tentang puisi Daud yang mengagumi manusia sebagai ciptaan Tuhan. Dibuat hampir sama dengan Allah, yakni berkuasa dan memiliki kemuliaan atas ciptaan lainnya.

Kemuliaan tersebut telah dirusak oleh manusia sendiri. Manusia lebih cenderung melakukan perbuatan dosa daripada mengikuti perintah Tuhan dalam hidupnya. Hal ini mengakibatkan hilangnya kemuliaan yang semua dimiliki. Dosa menjadi pilihan yang lebih menarik bagi manusia, ternyata! Yesus kemudian menawarkan perdamaian dengan menebus dosa melalui kematian-Nya di kayu salib. Dan kebangkitan-nya kemudian membuktikan bahwa Dia lebih berkuasa daripada kematian itu sendiri yang merupakan upah atas dosa.

Nas Ev menegaskan tentang hal itu, bahwa manusia kemudian memiliki seorang pendamai, yaitu Yesus. Dan perwujudan bagi anak-anak Tuhan yang mengaku mengenal-Nya adalah dengan melaksanakan perintah-Nya secara konsisten dan konsekuen. Jika tidak demikian, maka orang tersebut adalah pendusta!

Inilah yang mengganggu kenyamananku. Tersentak, tentu saja manakala membaca ayat-ayat yang terakhir ini. Kepada banyak orang, aku selalu mengaku sebagai anak Bapa. Bersaksi bilamana situasi memungkinkan untuk itu. Kapan saja, dan di mana saja. Menuruti perintah-Nya dengan tidak melakukan dosa? Selalu berusaha. Selalu berhasil? Nah, ini masalahnya …

Menurutku, sepanjang berusaha untuk menyerupai Kristus dengan berusaha melakukan apa yang menjadi perintah-Nya, adalah hal yang positif. Jika masih gagal, segeralah sadar dan berbalik dengan melakukan pertobatan. Selanjutnya? Menjaga kehidupan untuk selalu kudus.

Setuju?

Tantangan/Bekal untuk (Warga) Jemaat/Referensi

Pertanyaan tentang selalu berupaya melakukan perintah Tuhan, dan selalu pula ingat untuk berbalik dari dosa dengan bertobat, adalah suatu hal yang layak ditanyakan dan didiskusikan pada saat partangiangan wejk minggu ini. Dan bagaimana sebenarnya yang dituntut untuk menyerupai Kristus dalam setiap sendi kehidupan, sama menariknya dengan pertanyaan tersebut.