Bermegahlah di Dalam Tuhan. Awas Godaan Sombong Rohani!
Evangelium Yeremia 9:23-26 (bahasa Batak: Yeremia 9:22-25)
Mengenal Allah adalah kebahagiaan manusia
9:23 Beginilah firman TUHAN: “Janganlah orang bijaksana bermegah karena kebijaksanaannya, janganlah orang kuat bermegah karena kekuatannya, janganlah orang kaya bermegah karena kekayaannya,
9:24 tetapi siapa yang mau bermegah, baiklah bermegah karena yang berikut: bahwa ia memahami dan mengenal Aku, bahwa Akulah TUHAN yang menunjukkan kasih setia, keadilan dan kebenaran di bumi; sungguh, semuanya itu Kusukai, demikianlah firman TUHAN.”
9:25 “Lihat, waktunya akan datang, demikianlah firman TUHAN, bahwa Aku menghukum orang-orang yang telah bersunat kulit khatannya:
9:26 orang Mesir, orang Yehuda, orang Edom, bani Amon, orang Moab dan semua orang yang berpotong tepi rambutnya berkeliling, orang-orang yang diam di padang gurun, sebab segala bangsa tidak bersunat dan segenap kaum Israel tidak bersunat hatinya.”
Epistel 2 Korintus 10: 12-18
10:12 Memang kami tidak berani menggolongkan diri kepada atau membandingkan diri dengan orang-orang tertentu yang memujikan diri sendiri. Mereka mengukur dirinya dengan ukuran mereka sendiri dan membandingkan dirinya dengan diri mereka sendiri. Alangkah bodohnya mereka!
10:13 Sebaliknya kami tidak mau bermegah melampaui batas, melainkan tetap di dalam batas-batas daerah kerja yang dipatok Allah bagi kami, yang meluas sampai kepada kamu juga.
10:14 Sebab dalam memberitakan Injil Kristus kami telah sampai kepada kamu, sehingga kami tidak melewati batas daerah kerja kami, seolah-olah kami belum sampai kepada kamu.
10:15 Kami tidak bermegah atas pekerjaan yang dilakukan oleh orang lain di daerah kerja yang tidak dipatok untuk kami. Tetapi kami berharap, bahwa apabila imanmu makin bertumbuh, kami akan mendapat penghormatan lebih besar lagi di antara kamu, jika dibandingkan dengan daerah kerja yang dipatok untuk kami.
10:16 Ya, kami hidup, supaya kami dapat memberitakan Injil di daerah-daerah yang lebih jauh dari pada daerah kamu dan tidak bermegah atas hasil-hasil yang dicapai orang lain di daerah kerja yang dipatok untuk mereka.
10:17 “Tetapi barangsiapa bermegah, hendaklah ia bermegah di dalam Tuhan.”
10:18 Sebab bukan orang yang memuji diri yang tahan uji, melainkan orang yang dipuji Tuhan.
Keindahan Almanak HKBP terlihat lagi melalui kesinambungan antara nas-nas perikop Minggu-Minggu sebelumnya dengan Minggu ini. Dan sangat berhubungan antara Ev dan Ep, walau masing-masing berasal dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Kali ini tentang “bermegah” (lagi) setelah Minggu lalu kita sudah disapa oleh firman Tuhan tentang memegahkan diri ini.
Ev Minggu ini memesankan agar jangan ada seorang pun bermegah dengan apa yang dimilikinya yang biasanya mudah mendapatkan pujian oleh dunia. Kebijaksanaan, kekuatan, dan kekayaan adalah hal-hal yang seringkali dipuja oleh manusia dari masa ke masa, sampai zaman sekarang yang bahkan kecenderungannya semakin memuja hedonisme. Orang Batak – sebagaimana syairnya diciptakan dan disenandungkan oleh Nahum Situmorang – mengenal tiga hal yang membanggakan yang dikejar selama hidup di dunia, yaitu hamoraon, hagabeon, dan hasangapon. Oh ya, kemarin sore sampai menjelang malam aku menyampaikan khotbah di kategorial lanjut usia yang salah satu slide yang aku tampilkan adalah tentang ketiga hal tersebut yang hampir semua orang-orang tua berusia lanjut yang hadir pada pertemuan tersebut mengangguk-anggukkan kepala manakala aku sampaikan bahwa semua orang yang hadir saat itu (sambil menyebutkan beberapa nama yang aku kenal di antara mereka …) sudah mencapai tiga hal yang paling didambakan oleh orang Batak tersebut. Khotbah tadi malam diangkat dari perikop yang mengisahkan kematian Yusuf dengan pesan yang aku angkat adalah perlunya persiapan yang semakin matang di dalam Tuhan agar kematian bukanlah hal yang menakutkan bagi orang beriman dan sebagai siapa akan dikenang oleh orang-orang yang ditinggalkan.
Yeremia dalam nas perikop ini mengingatkan supaya, kalaupun sudah sangat pengen bermegah, bermegahlah “… karena yang berikut: bahwa ia memahami dan mengenal Aku, bahwa Aku-lah TUHAN yang menunjukkan kasih setia, keadilan dan kebenaran di bumi; sungguh, semuanya itu Ku-sukai …”. Dalam berbagai kesempatan pun, aku seringkali mengingatkan – diriku sendiri dan orang-orang di sekitarku sesama pelayan jemaat – bahwa godaan memegahkan diri sendiri acapkali datang, bahkan saat melakukan pelayanan jemaat. Misalnya saat menjadi pemimpin ibadah di mana semua yang hadir memusatkan perhatiannya kepada sang liturgis (kecuali yang acuh tak acuh, itu pun sangat sedikit jumlahnya ya …), kesempatan untuk menunjukkan “siapakah aku ini” sangat lebar terbuka. Dan iblis yang selalu mengintai, seringkali ‘nggak membutuhkan waktu yang lama untuk menerkam sasarannya …
Oh ya, ada hal yang sedikit mengganggu pada nas Ev Minggu ini, yaitu ayat 25 yang seakan-akan tiba-tiba “’nyelonong” di teks yang sedang tidak membicarakan sunat. Menurutku, apa yang ingin disampaikan oleh Yeremia adalah sebagai suatu hal yang sangat ‘nyambung dengan apa yang disampaikan dan diajarkan kemudian oleh Rasul Paulus, yaitu tentang lebih pentingnya “menyunat hati” daripada “sekadar” sunat kulit khatan. Dan Yeremia ingin mengingatkan bahwa sunat kulit khatan bukan jaminan untuk tidak menerima hukuman Allah atas kelakuan yang tidak berkenan bagi-Nya.
Demikian juga Paulus dalam nas Ep Minggu ini yang enggan untuk menyombongkan diri dengan pelayanannya yang sebenarnya sangat luar biasa dengan tidak mau membanding-bandingkan dirinya dan pelayanannya dengan apa yang dilakukan oleh orang lain. Suasana psikologis jemaat saat itu adalah tentang persembahan yang dikumpulkan jemaat yang miskin untuk pelayanan jemaat, sedangkan jemaat Korintus yang jauh lebih kaya pada faktanya masih sulit memberikan persembahannya kepada jemaat lain yang lebih membutuhkan.
Pesan Paulus pada perikop ini:
(1) Adalah suatu kebodohan jika memuji diri sendiri dan mengukurkan pelayanan dengan ukuran yang dibuat sendiri (tentu saja menjadi subyektif karena kecenderungannya yang akan terjadi adalah “mau menang sendiri”)
(2) Ada batas-batas wilayah dalam melayani jemaat, dan jangan melampaui batas tersebut. Artinya, jika ditugaskan melayani jemaat di tingkat wejk, berfokuslah pada pelayanan di wejk dimaksud, jangan mengambil “kavling” orang lain di luar itu, misalnya di wejk lain. Aneh, ya? Semula aku juga terkejut karena zaman sekarang hampir tidak ada lagi batasan geografis, sampai kemudian aku pun tersadar bahwa mungkin yang dimaksud adalah kalaupun harus keluar dari batas wilayah pelayanan, jangan jadikan itu sebagai suatu kesombongan, misalnya dengan mengatakan: “Lihatlah, aku harus melayani wejk tetangga karena aku sangat dibutuhkan dan lebih baik daripada para pelayan di sana yang ‘nggak becus dan ‘nggak memadai dalam melakukan pelayanan …”. Jangan begitu, ya!
(3) Tidak bermegah atas pelayanan orang lain. Biarlah orang lain yang menerima upah dari pelayanan yang dilakukannya. Apa pula hak orang lain, ya?
Lantas, bermegah yang bagaimana yang dibolehkan? Ayat 17 dengan lugas mengatakan, lakukanlah itu di dalam Tuhan. Jangan suka memuji diri sendiri, karena itu menunjukkan tidak tahan uji, melainkan pujian harus datangnya dari Tuhan.
Tantangan/Bekal Bagi (Warga) Jemaat/Referensi
Bukan hanya parhalado, pada masa kini pelayanan jemaat bisa dilakukan oleh semua kalangan, bahkan oleh “warga jemaat biasa”. Sesuai dengan talenta dan situasi kondisi yang ada di jemaat itu, tentunya. Artinya, pesan yang ingin disampaikan oleh nas perikop Minggu ini adalah berlaku bagi semua kalangan. Artinya (lagi), lakukanlah pelayanan dengan tidak berharap pujian dari orang lain, melainkan dari Allah semata. Tidak baik pula memuji diri sendiri, mengklaim apa yang sudah dilakukan oleh orang lain, apalagi “menyerobot” pelayanan orang lain.
Kembalikanlah pelayanan jemaat kepada Dia, Sang Empunya Jemaat … Semua hal-hal tersebut – menjauhkan diri dari godaan kesombongan rohani, dan sebaliknya menjadikan Tuhan sebagai fokus dalam pelayanan dan hidup ini – dapat kita laksanakan dengan mengikuti pengarahan dari Roh Kudus yang ada di dalam diri kita (sekali lagi: yang sudah ada di dalam diri kita!) yang pasti akan selalu menuntun kita bilamana selalu memberikan keleluasaan bagi-Nya dalam melakukan peran keilahian dalam hidup kita.
Selamat bermegah di dalam Tuhan! Dan jadilah pelayan yang tahan uji!