BETA: BErsaksi Tanpa Ayat (- Ayat)

Aku suka menulis. Waktu masih SD aku pernah mengirim cerita humor ke majalah Kawanku dan dapat honor tiga ribu lima ratus rupiah dan segera saja aku ajak abangku untuk makan mi pansit yang saat itu harganya tiga ratus rupiah per porsi. Waktu SMP aku menulis cerita pendek (cerpen) dan beberapa kali terbit di koran Sinar Indonesia Baru (SIB) yang saat itu sangat berjaya. Tidak pernah dapat honor, karena ‘nggak tahu juga apakah ada diberikan honorarium bagi penulis cerpen yang dimuat setiap Sabtu. Selain ‘nggak pernah mendapat pemberitahuan dari Redaksi, ‘nggak pernah pula aku bertanya. Dan kakakku yang sekarang jadi dokter spesialis THT di Medan yang lebih sering dimuat cerpennya juga ‘nggak pernah mendapat honorarium, maka aku pun ‘nggak mau memusingkannya lagi (namanya juga masih yunior, bisa dimuat di koran saja sudah lumayanlah …).

Waktu SMA aku jadi anggota redaksi buletin sekolah yang bernama Bina Karya. Paling lama terbitnya sekali dua bulan. Selain penyumbang artikel, aku juga didaulat menjadi ilustrator (setelah dilibatkan dalam proyek pembuatan lukisan back drop di aula dan gapura sekolah). Sudah pasti ini tidak ada honorariumnya, tapi lumayan jugalah karena mulai ada yang mengenal aku kawan-kawan yang bukan sekelas. Oh ya, saat itu – entah ‘gimana – ada anak SMA tetangga yang baru aku kenal dan langsung mengajak aku ikut menggarap pekerjaan pembuatan gapura 17 Agustus di kelurahan dekat lokasi sekolah kami itu. Nah, ini ada uangnya. Aku diberikan sepuluh ribu ketika mau pulang. Cuma hari itu saja karena besoknya aku sudah ‘nggak ikut lagi …

Waktu kuliah pasca sarjana di STT Jakarta aku juga pernah mengirim artikel dan dimuat di majalah Immanuel (media HKBP yang pertama kali aku tahu ketika melihat bapakku yang sintua setiap bulan membawanya ke rumah yang isinya bagiku tidak menarik sama sekali …). Beberapa kali dimuat dan juga tidak mendapat honorarium. Bahkan tidak mendapat pemberitahuan. Aku baru tahu manakala membacanya di perpustakaan kampus karena di gereja kami di Jakarta juga ‘nggak pernah ada (kemungkinan besar sudah kalah menarik dibandingkan media lainnya yang bagus-bagus, baik dari penampilan apalagi isinya …). 

Begitulah, yang aku mau sampaikan adalah aku punya hobby menulis dan melukis.  Selain membaca, kedua hobi itu belakangan ini (utamanya melukis) sudah jarang aku lakukan. Pertama kali mengenal dunia blog beberapa tahun yang lalu aku sangat senang karena menyalurkan semua hobiku, tapi sayangnya intensitasnya semakin berkurang. Alasannya klise: kesibukan pekerjaan. Padahal aku melihat fasilitas yang ada padaku saat ini sudah jauh lebih memadai. Yah, begitulah … kenyamanan kadangkala tidak berdampak positif juga, ‘kan?

Setelah tamat kuliah teologi dan menjadi pelayan tahbisan di jemaat, maka sudah menjadi tanggung jawab moralku untuk berteologi praktis. Dan blog ini jualah yang aku pakai sebagai sarananya. 

Aku bukanlah penghafal ayat-ayat (dan juga bukan orang yang punya daya ingat yang sangat kuat …), tapi suka membaca Alkitab dan “turunannya”. Tidak lengkap rasanya jika ada hari yang terlewatkan tanpa kegiatan yang sangat penting ini. Banyak membaca buku, dan aku ingin membaginya dalam bentuk tulisan. Yang membuatnya berbeda dengan yang sudah ada saat ini adalah:

(1) Mengisahkan pengalaman sendiri, utamanya dalam dunia pekerjaan sehari-hari yang “sekular”, namun memiliki refleksi teologis (itulah sebabnya aku masukkan dalam kategori tersendiri, bukan bagian dari kategori “Profesional” yang sudah ada)

(2) Tidak mencantumkan ayat-ayat Alkitab secara eksplisit, walau secara implisit bisa dirasakan, utamanya bagi yang sering membaca Alkitab. Alasannya adalah agar tidak “mengganggu” kenyamanan dalam menulisnya (harus mencari ayat rujukan, sehingga mengurangi unsur spontanitas) dan juga membacanya (menurut pengalaman, lebih banyak yang menginginkan “membaca” Alkitab tanpa harus “terbebani” dengan ayat-ayat). Selain itu, karena “ringan”, aku berharap tulisan-tulisanku itu nantinya bisa dibaca oleh kalangan yang lebih “luas”.

Bobot tulisan-tulisan itu pun nantinya – jika Tuhan mengizinkan – adalah kesaksian, sesuatu yang sangat diharapkan untuk dilakukan oleh orang-orang percaya. Bukan hanya di lingkungan internal, tapi juga di kalangan eksternal agar sekeliling bisa menyaksikan betapa mulianya Tuhan. Sekali lagi: untuk kemuliaan Tuhan, bukan kemuliaanku yang hanyalah hamba-Nya yang tidak berguna.

Itulah sebabnya dinamakan BETA, yakni singkatan yang sedikit “memaksa” dari BErsaksi Tanpa Ayat. Jika dihubungkan dengan abjad Yunani yakni Beta sebagai abjad yang kedua, berarti cukuplah kalau pun tulisan-tulisan ini nantinya tidak menjadi yang utama alias yang paling top. Jadi nomor dua pun cukuplah …

Dan terakhir, ditinjau dari bahasa Batak, kata beta berarti ayo atau mari. Harapanku, tulisan-tulisan ini nantinya bisa mengajak pembacanya untuk bereflkesi, merenungkan isinya, dan membawa kepada dirinya. Dan mudah-mudahan mampu untuk mengajak menjadi saksi agar semakin banyak saksi-saksi Kristus dalam dunia yang semakin berat ini. 

Semoga tulisan-tulisan yang ringan ini nantinya, bisa mengajak kita untuk melakukan tugas yang dirasakan masih berat untuk melakukannya, yakni bersaksi.  Marturia, sebagai salah satu dari tiga panggilan Gereja, selain koinonia (persekutuan) dan diakonia (pelayanan).

1 comments on “BETA: BErsaksi Tanpa Ayat (- Ayat)

  1. Hebat !!!
    Dunia sekuler butuh teladan dan contoh nyata, jadi berkat bukan hanya di gereja saja tapi di lingkungan kerja dan komunitas lainnya…
    Maju terus Pak….

Tinggalkan komentar