Awas Fitnah, Bukan Makanan dan Minuman, melainkan Allah sebagai Prioritas!
Nas Epistel: Roma 14: 13-17
Karena itu janganlah kita saling menghakimi lagi! Tetapi lebih baik kamu menganut pandangan ini: Jangan kita membuat saudara kita jatuh atau tersandung! Aku tahu dan yakin dalam Tuhan Yesus, bahwa tidak ada sesuatu yang najis dari dirinya sendiri. Hanya bagi orang yang beranggapan, bahwa sesuatu adalah najis, bagi orang itulah sesuatu itu najis. Sebab jika engkau menyakiti hati saudaramu oleh karena sesuatu yang engkau makan, maka engkau tidak hidup lagi menurut tuntutan kasih. Janganlah engkau membinasakan saudaramu oleh karena makananmu, karena Kristus telah mati untuk dia. Apa yang baik, yang kamu miliki, janganlah kamu biarkan difitnah. Sebab kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera, dan sukacita oleh Roh Kudus.
Nas Evangelium: Lukas 15: 11-24
Jadi, jikalau kamu tidak setia dalam hal Mamon yang tidak jujur, siapakah yang akan memercayakan kepadamu harta yang sesungguhnya? Dan jikalau kamu tidak setia dalam harta orang lain, siapakah yang akan menyerahkan hartamu sendiri kepadamu? Seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon …
Nas yang menjadi Ev kali ini sangat panjang (karena kisahnya sangat menarik dan memang membutuhkan konsentrasi yang lebih), aku sarankan untuk membacanya sendiri di Alkitab dengan perlahan-lahan.
Kitab Lukas dalam bagian ini mencatat pengajaran Yesus yang juga dihadiri oleh orang-orang Farisi. Yesus menegur mereka yang terkenal sebagai hamba-hamba uang. Masih ingat ’kan dengan kegetolan mereka dengan aspek legalitasnya? Seringkali hukum Taurat mereka jadikan sebagai alat untuk memperoleh uang. Misalnya, sebagai penebus salah, seseorang harus memberikan persembahan di bait suci. Untuk memenuhi persyaratan kesucian bahan persembahan (karena memang sulit memenuhinya), maka diberikan ”kemudahan” untuk membelinya saja di pelataran bait Allah. Mau beli untuk korban bakaran, ada dan silakan pilih sesuai kemampuan finansial. Mau mentahnya saja alias persembahan uang, tersedia juga. Namun harus pakai mata uang Yahudi, ma’af yang lain tidak berlaku. Ini semua yang membuat Yesus marah sehingga menjungkirbalikkan meja konter (berasal dari kata counter) para pedagang tersebut.
Dalam perikop selanjutnya yang mengisahkan tentang Lazarus yang miskin yang tidak mendapat perhatian dari orang kaya yang berjubah ungu dan kain halus (ini menunjukkan betapa kayanya orang itu …) dan hidup dalam kemewahan. Dalam kekayaannya dia tidak memedulikan penderitaan Lazarus sama sekali. Dan ”pembalasan” terjadi kemudian pada saat keduanya meninggal. Lazarus ada di sorga (bersama Abraham), sementara dia ditempatkan di neraka. Ada ”baiknya” juga orang kaya ini; menyadari betapa menderitanya di neraka, dia titip pesan kepada Abraham agar mengirimkan seseorang untuk mengingatkan anggota keluarganya yang masih hidup di dunia untuk bertobat. O ya, sebelum lupa, Lazarus ini tidak sama dengan Lazarus yang dibangkitkan Yesus dari kematian yang menjadi sahabat-Nya, juga Maria dan Marta.
Jika dihubungkan dengan perikop Ep, rasul Paulus mengingatkan orang-orang Kristen (termasuk kita juga saat ini) untuk jangan menjadikan apa yang dimakan dan diminum oleh sesama sebagai batu sandungan. Sangat relevan dengan situasi saat ini di mana mudah sekali bagi orang-orang tertentu (yang ”rohani”, kata mereka …) menghakimi yang lain (yang belum hidup baru dan masih ”orang dunia”, menurut mereka lagi …). Makan (atau minum?) darah, mengonsumsi daging hewan tertentu, adalah dua di antaranya. Nas ini – sebagaimana disampaikan Paulus sebagai yang sesuai ajaran Yesus – jelas menegaskan bahwa kerajaan Allah bukanlah tentang makanan dan minuman. Najis bagimu adalah apa yang najis menurut pemahamanmu. Kristus telah menebus itu semua di kayu salib. Jangan sampai hal kenajisan tentang makanan dan minuman tersebut menjadikan hilangnya kasih persaudaran, damai sejahtera, dan sukacita.
Tantangan/Bekal untuk (Warga) Jemaat/Referensi
Jika punya kuasa, aku akan membagi perikop Ev ini tidak seperti saat ini. Sangat banyak pokok ajaran yang layak diangkat sebagai bahan perenungan. Bagi pengkhotbah, juga menjadi berat untuk mengalokasikan waktu (yang biasanya hanya sekitar 30 menit) untuk membicarakan seluruhnya di mimbar. Lebih berat lagi untuk menemukan benang merah antara semuanya. Baik dalam Ev sendiri, maupun menghubungkannya dengan Ep. Hal yang sama aku alami ketika membuat ANDALIMAN ini. Tapi, puji Tuhan, jika engkau bisa memeroleh sesuatu yang berharga sebagaimana yang aku cantumkan di bawah ini.
(1) Kita hidup dalam masyarakat plural (tinggal di lingkungan yang terdiri dari berbagai suku bangsa, latar belakang budaya yang berbeda, dan juga agama yang berbeda). Jangan berharap kita bisa tinggal di komplek perumahan atau lingkungan yang semua penghuninya adalah orang Kristen, bekerja di perusahaan Kristen, dan mengonsumsi makanan dan minuman yang dihasilkan oleh orang Kristen. Di mana ada itu? Kita menghadapi itu semua, dan diharapkan bisa menjadi saksi Kristus yang salah satunya adalah pembawa sukacita dan damai sejahtera. Rasul Paulus mengingatkan kita untuk tidak mempersoalkan makanan dan minuman, tetapi berlombalah menciptakan apa yang baik bagi semua. Artinya, jangan jadikan makanan dan minuman sebagai batu sandungan! Terganggu dengan kawan yang masih mengonsumsi sangsang? Perlulah direnungkan dengan perikop ini.
(2) Pilih mana, harta atau surga? Dua-duanya! Dua-duanya? Kalau boleh, ya ambillah. Yang penting, Tuhan tetap menjadi prioritas utama. Jangan kegigihan mengejar harta malah menjadikan kerinduan bersekutu dengan Tuhan jadi terabaikan. Lebih parah lagi: jangan jadikan gereja sebagai lahan dalam mengumpulkan harta! Bahkan sampai mengesampingkan Tuhan yang Kepala Gereja. Ada yang seperti ini? Bolehlah didiskusikan. Lalu didoakan supaya kita dijauhkan dari hal-hal yang jahat seperti ini.
(3) Yesus menyampaikan tentang perceraian sebagai bagian dari tindakan zinah. Jangan bercerai, kita sudah tahu tentang hukum itu. Yang membuat ini menjadi lebih menarik adalah pernyataan Yesus yang mengatakan bahwa jika seorang menceraikan pasangannya lalu kawin dengan orang lain, maka dia berbuat zinah; demikian juga orang yang kawin dengan pasangan cerai telah turut juga berbuat zinah. Artinya, semua orang-orang yang terlibat di dalamnya adalah turut juga berbuat zinah. Demikian juga semua yang terlibat dalam persekongkolan (kolusi, istilahnya saat ini …) adalah turut juga „kecipratan“ dosa.
(4) Kisah Lazarus juga menarik. Lihatlah orang kaya itu. Meskipun tidak dijelaskan dalam Alkitab, menurut pemahamanku, bisa jadi dia adalah juga ”orang baik” menurut ukuran Yahudi. Sesuai statusnya, kemungkinan besar dia juga sebagai donatur (di bait Allah …). Kenapa tidak dilakukannya dengan Lazarus? Karena Lazarus bukanlah siapa-siapa menurut ukurannya. Tidak dilihat oleh khalayak ramai, dan tidak diliput oleh media, lalu untuk apa? Jujur saja, gejala seperti itu seringkali menggoda kita. Lelang terbuka untuk pembangunan gereja adalah salah satu kesempatan yang tidak akan disia-siakan oleh oknum yang punya bakat (ma’af) selebritas seperti itu. Menjelang pilkada dan juga saat ini masa kampanye, semakin banyak saja ”orang-orang baik” yang menginginkan namanya termasyhur di jemaat.
(5) Masih tentang kisah Lazarus. Si orang kaya – setelah menyadari penderitaan api neraka – memohon agar Abraham memberitakan keluarganya yang masih hidup di dunia untuk bertobat supaya jangan bersama-sama dengan dia membentuk ”geng api neraka”. Tidak ada gunanya, jawab Abraham; karena kabar baik sudah diberitakan sejak dahulu kala, namun tetap saja terdapat orang-orang yang tidak mau bertobat. Perikop ini membawaku pada perenungan, jangan-jangan ada juga (atau ada pula?) anggota keluargaku yang telah mendahuluiku mengalami hal yang sama dengan orang kaya ini: berteriak di akhirat untuk mengingatkanku (atau kami, atau kita …) yang masih hidup saat ini untuk tidak mengeraskan hati dalam menerima kabar baik. Bagaimana menurutmu, kawan? Binsan tingki parasian, so tung jolo salpu i, kata Buku Ende …