Kampanye Caleg: Hanya Beda Warna, tapi Tidak Berwarna …

warna-yg-berbeda

Setelah dikeluarkannya keputusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa anggota legislatif terpilih adalah berdasarkan suara terbanyak, maka semakin bertebaranlah foto-foto para caleg (singkatan dari calon anggota legislatif) di mana-mana. Hampir tidak ada lagi tempat strategis yang tidak tertempel foto-foto caleg dengan upaya menarik perhatian khalayak. Tembok, tiang listrik, pepohonan, atap jalan tol, kaca belakang mobil (pribadi maupun angkutan umum), dan banyak lagi. Jika berusaha untuk mengelompokkannya, isu yang diangkat oleh semua caleg hampir sama: bebas korupsi, transparan, jujur, bersih, cerdas, cinta rakyat, peduli wong cilik, perubahan, dan agamis. Tidak ada perbedaannya. (’kebayang, ’nggak, ’gimana kampanyenya dulu anggota DPR/DPRD yang sekarang menjadi terdakwa/tersangka korupsi?)

 

Dalam dunia pemasaran ada yang disebut dengan diferensiasi, yang diyakini agar berhasil, sesuatu (atau boleh juga seseorang) harus memiliki diferensiasi yang jelas dibandingkan pesaingnya. Nah, para caleg ini hampir tidak memiliki diferensiasi yang tegas dengan yang lain. Kecuali jika yang dicalonkan dari partai politik dengan aliran agama tertentu (yang kadang kala juga mengusung isu yang sama) pemilih tidak akan mudah membedakannya. Hanya warna khas partai mereka saja yang berbeda, itu pun sekarang dengan banyaknya jumlah parpol peserta pemilu, malah menjadi semakin tidak jelas. Misalnya, kalau dulu warna merah akan diasosiaaikan dengan PDI Perjuangan, sekarang sudah tidak bisa lagi, karena ada partai lain yang menggunakan merah sebagai ciri khasnya.

 

Saking tidak jelasnya perbedaannya secara sepintas, sempat muncul dalam benakku: kalau partai dan calegnya hanya berbeda dalam warna atribut, sementara isi isunya adalah sama; jangan-jangan pada saat kampanye pun massanya adalah sama. Alias yang itu itu juga. Bisa saja hari ini massa mengelu-elukan partai kuning, itu juga yang kemarin bersemangat dengan meneriakkan yel-yel pada saat kampanye partai merah; dan mereka juga yang paling kuat teriakannya mendukung saat kampanye partai biru besok. ”Targantung tabo ni lompan do”, kata kawanku ’nyelutuk …

By tanobato Dikirimkan di Umum

MARTURIA = MAsuk Rumah TUhan bersukaRIA

marturia

Tadi malam kami yang tergabung dalam Dewan Marturia mengadakan rapat kerja pertama untuk tahun 2009. Sejak diminta Ketua Dewan Marturia untuk membuat undangan rapat pun perasaanku sudah kurang nyaman. Alasannya adalah aku merasa malu mengingat sudah satu tahun aku ditugaskan di tempat terhormat tersebut, namun selama tahun 2008 itu aku rasa (dan yakin penuh) belum berbuat signifikan untuk pelayanan di jemaat.

Tahun 2008 yang lalu – saat rapat pertama – dengan sangat semangat aku mempresentasikan visiku tentang Dewan Marturia. Berbekal pengalaman dan pekerjaan sehari-hari di bidang penjualan dan pemasaran, aku datang dengan konsepku. Salah satunya adalah dengan menawarakn tagline komunikasi Marturia sebagai masuk rumah Tuhan (dengan) bersukaria. Dengan komunikasi seperti itu, maka semua yang terlibat dalam dewan (seksi musik dan seksi pekabaran Injil) mengarahkan semua kegiatannya agar dapat dipersepsi oleh warga jemaat sesuai yang dimaksudkan itu. Mungkin terlalu jauh ke depan (atau terlalu muluk ya …?), banyak ditentang oleh para “sesepuh”. Pendekatan rada profesional (setiap rapat ada notulen, dan komitmen selalu aku catat, misalnya) juga tidak bisa berjalan. Aku tawarkan untuk memulai dari hal-hal yang sederhana.

Akhirnya, waktu satu tahun berlalu, dan tidak ada perubahan yang signifikan. Hanya kamar mandi yang sekarang menjadi lebih bersih dengan koster yang baru yang selalu aku sempatkan ‘ngobrol setiap aku ada di komplek gereja (padahal saat itu pemimpin jemaat dengan tak sungkan berkata: ” … molo naeng mangganti kosterta na didok hamu hurang denggan karejona, ndang sanggup ahu amang …”).

Kembali ke rapat dengan mendengarkan paparan dari Seksi Musik. Yang dipaparkan hanya dari itu ke itu: masalah sumber daya dan sumber dana. Tahun lalu, pada saat rapat khusus dengan Seksi Musik (yang mayoritas anggotanya adalah anak muda) aku memotivasi mereka dengan mengatakan:”Ayolah kita bikin sesuatu yang baru. Jangan hanya datang dengan masalah, tapi juga alternatif solusi, lalu sama-sama kita fokuskan untuk melakukan solusi tersebut. Atau cari masalah baru yang lebih sulit, jangan hanya berputar-putar di masalah yang itu itu saja tanpa ada kemajuan dalam pelaksanaannya.”.

Lalu tiba saat Seksi Zending menyampaikan paparannya. Materinya sama persis dengan tahun lalu. Bahkan masih ada kegiatan yang masih akan dilakukan di tahun 2009 ini walaupun sudah terbukti tidak ada peminatnya tahun lalu (sebagaimana juga sudah aku sampaikan tahun lalu ketika rapat pertama sekali, saat menantang mereka tentang efektivitas kegiatan pelayanan dimaksud …). Aneh, memang …

Oh ya, ada anggota Seksi Zending yang menyampaikan bahwa kita harus menginjili semua orang, bahkan warga HKBP yang berjemaat jauh dari lokasi gereja supaya pindah saja berjemaat di jemaat kami (!). Juga orang Kristen yang beribadah di gereja-gereja lain yang bukan HKBP supaya pindah saja ke HKBP jemaat kami (!!). Ketika aku bertanya kepada Ketua Dewan Marturia yang juga adalah Sintua, apakah seperti itu pengertian Boan Sada Nari yang dicetuskan HKBP, beliau malah menjawab:”‘Nggak tahu aku amang …”. Bah, massam mana pula ini? Aku sampaikan pengertianku, bahwa yang menjadi prioritas utama adalah warga jemaat sendiri yang sudah lama tidak muncul di gereja, lalu orang Kristen yang juga kita tahu bahwa mereka tidak mengikuti ibadah di gereja secara teratur dan belum terdaftar sebagai warga jemaat di mana pun … Lalu … lalu … lalu …

Aku sudah mulai jenuh dan tak bernafsu ketika Ketua Dewan menawarkan untuk menyampaikan sesuatu pembicaraan yang aku jawab untuk ditutup saja rapatnya, ketika salah seorang ibu (menurut pengakuannya sudah berumur 64 tahun) bertanya kepada Ketua Seksi Zending apakah ada perbaikan pelayanan di tahun 2009 ini dan dijawab dengan datar dan sangat normatif. Mendapat jawaban seperti itu, sang ibu (yang juga menambah semangat ibu-ibu yang lain …) lalu menyampaikan pandangannya bahwa kami (tidak termasuk beliau meskipun anggota Seksi Zending juga karena selama ini “cuti” untuk mengurus keluarga …) belum melakukan apa-apa. Hanya buang-buang waktu tanpa ada tindakan. Banyak rumah sakit sekitar yang membutuhkan pelayanan firman kepada para pasien. Tak usah menunggu banyak orang yang bisa dan mau melayankan, bila perlu beliau seorang juga bersedia (karena selama ini sudah menjalankannya, namun untuk jemaat HKBP yang lain … Nah, lo …). Ucapan ini terasa menyengat Ketua Dewan dan Ketua Seksi Zending, dan bersedia menindaklanjuti masukan berharga tersebut.

Setelah ditutup dengan nyanyian dari Buku Ende dan do’a, lalu aku mendatangi (sekaligus menyalami semua peserta rapat) ibu tersebut dan menyampaikan perasaanku yang juga merasa malu belum berbuat apa-apa untuk jemaat meskipun sudah satu tahun menerima penunjukan tersebut.

Dalam perjalanan pulang ke rumah dan dilanjutkan perenungan sebelum tidur, aku bersyukur kepada Tuhan bahwa masih ada orang yang mengingatkanku tentang betapa kecilnya aku ini di jemaat. Sebelum menutup mata untuk berdoa dan terlelap, aku masih membayangkan apa yang harus aku perbuat dengan nyata sebelum tahun 2009 kemudian  berakhir dan kejadian 2008 berulang kembali. 

By tanobato Dikirimkan di HKBP

Ada Amplop (Calon) Anggota Legislatif di Gereja Kami …

smoke-for-ada-amplop-caleg

Di salah satu ruang rapat di gereja kami, aku menemukan sesuatu yang sempat mengejutkanku. Sambil menunggu kawan-kawan yang mau ikut rapat, pandanganku tertumbuk pada satu kantongan yang tergeletak di atas filing cabinet tempat penyimpanan arsip. Sendirian, dan mulai bosan membaca buku Mitos Yesus, aku lalu menghampirinya. Kantongan itu (terbuat dari kertas berbahan bagus yang tidak murahan) di sisi depannya tertempel foto yang belakangan hari ini aku mulai akrab melihatnya.

 

Oh, calon anggota legislatif (caleg), gumamku dalam hati. Ini sudah menjadi sesuatu yang biasa belakangan hari ini di jemaat kami. Bulan-bulan lalu kami mendapat pasokan air minum kemasan dalam gelas plastik (bukan merek terkenal, dan kesan barang murahnya tertutupi dengan foto sang caleg, sehingga orang-orang bisa salah duga – jika hanya melihat warna birunya – mengira itu adalah produk yang bagus …), dan sampai hari ini hampir di semua ruangan rapat tersedia berkardus-kardus minuman air dalam kemasan tersebut. Strategi yang bagus, sehingga setiap orang yang mau minum harus mencoblos foto wajah sang caleg (sayangnya, coblos sekarang sudah diganti dengan centang …).

 

Ada lagi caleg yang lain pada minggu sebelumnya. Dengan ramahnya, sang caleg dari partai yang mengklaim dirinya partai Kristen membagikan segepok kartu nama dan kalender mini dengan foto dan riwayat hidupnya. “Untuk pembatas Alkitab, amang”, katanya. Bah, bagaimana pula Alkitab bisa dibatasi dengan hanya sepotong kartu. Hebat kali. Lagipula, bagaimana mau konsentrasi membaca Alkitab kalau mau lihat ayat bacaan selalu ketemu dengan foto wajah sang caleg yang tentu saja tidak sama damainya dengan melihat wajah Yesus. Tapi, benar juga istilah ”pembatas Alkitab” itu. Kartu itu akan membatasi kita membaca Alkitab dengan sendirinya …

 

Masih ada lagi: pernyataan caleg tersebut yang begini bunyinya: ”Porlu do bantuanmuna amang asa saut ahu tarpilit di DPRD Jakarta on. Molo dicalonhon sian Tapanuli tu DPR RI nunga pasti ahu masuk, alai tu ahama i? Na porlu nuaeng asa adong do sada fraksi partai Kristen di DPRD Jakarta on asa tarida hita. Haduanma muse ahu mancalonhon gabe anggota DPR RI sian Tapanuli. Ansugari tahun 2009 on ahu dicalonhon sian Sumut dapil Tapanuli, nunga pasti ahu monang. Ai angka tondong do sude di si”.  Di mana logikanya, ya? Engkau bisa membantu menjelaskannya?

 

Kita kembali ke kantongan di ruang rapat tadi. Aku longok isinya: bendera partai yang terbuat dari kain (juga bukan bahan murahan), stiker dengan foto orang tadi dalam berbagai ukuran, beberapa pin bulat (masih juga dengan foto yang sama), CD (lagi-lagi dengan pesan yang sama), dan … amplop. Ada gambar Garuda Pancasila dengan tulisan ”DPR RI”, nama orang, alamatnya di Senayan. Semua dengan tinta emas. Menjadi lebih jelas: dia adalah anggota DPR RI yang masih mencalonkan diri agar terpilih kembali tahun 2009 ini. Namanya sempat aku ingat, karena mengingatkanku pada peristiwa ”perkelahian” di salah satu sidang dewan yang terhormat. Amplopnya sudah terbuka sebagian. Melihat kondisinya yang terbuka seukuran lebar uang kertas, dengan mudah aku paham, bahwa di dalamnya sebelumnya ada uang, dan sudah diambil oleh pemilik (persisnya penerima) kantongan tersebut. Pertanyaannya: siapakah dia? Dan apa alasannya meninggalkannya di ruang rapat yang besar kemungkinannya akan diketahui oleh banyak orang? Masih misterius …

 

Waktu salah seorang warga gereja HKBP yang minggu lalu menceritakan tentang kebaikan hati legislator – yang juga masih ’nyaleg lagi sebagaimana tersebut di atas – dengan cara membagi-bagikan amplop yang berisi duit (dan pesan untuk ingat memilihnya nanti saat pemilu) kepada semua pendeta HKBP yang berada di daerah pemilihan alias dapil-nya, aku masih belum percaya. Masak, pendeta HKBP semurah itu? Tapi kalau melihat kenyataan tentang kantongan tersebut ada di jemaat kami, apakah aku masih bisa tak percaya bahwa hal itu memang ada?

By tanobato Dikirimkan di HKBP

Andaliman-6 (Khotbah 01 Februari 2009 Minggu-IV Setelah Efifani)

food

Awas Fitnah, Bukan Makanan dan Minuman, melainkan Allah sebagai Prioritas!

Nas Epistel: Roma 14: 13-17

Karena itu janganlah kita saling menghakimi lagi! Tetapi lebih baik kamu menganut pandangan ini: Jangan kita membuat saudara kita jatuh atau tersandung! Aku tahu dan yakin dalam Tuhan Yesus, bahwa tidak ada sesuatu yang najis dari dirinya sendiri. Hanya bagi orang yang beranggapan, bahwa sesuatu adalah najis, bagi orang itulah sesuatu itu najis. Sebab jika engkau menyakiti hati saudaramu oleh karena sesuatu yang engkau makan, maka engkau tidak hidup lagi menurut tuntutan kasih. Janganlah engkau membinasakan saudaramu oleh karena makananmu, karena Kristus telah mati untuk dia. Apa yang baik, yang kamu miliki, janganlah kamu biarkan difitnah. Sebab kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera, dan sukacita oleh Roh Kudus.

Nas Evangelium: Lukas 15: 11-24

Jadi, jikalau kamu tidak setia dalam hal Mamon yang tidak jujur, siapakah yang akan memercayakan kepadamu harta yang sesungguhnya? Dan jikalau kamu tidak setia dalam harta orang lain, siapakah yang akan menyerahkan hartamu sendiri kepadamu? Seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon …

Nas yang menjadi Ev kali ini sangat panjang (karena kisahnya sangat menarik dan memang membutuhkan konsentrasi yang lebih), aku sarankan untuk membacanya sendiri di Alkitab dengan perlahan-lahan.

Kitab Lukas dalam bagian ini mencatat pengajaran Yesus yang juga dihadiri oleh orang-orang Farisi. Yesus menegur mereka yang terkenal sebagai hamba-hamba uang. Masih ingat ’kan dengan kegetolan mereka dengan aspek legalitasnya? Seringkali hukum Taurat mereka jadikan sebagai alat untuk memperoleh uang. Misalnya, sebagai penebus salah, seseorang harus memberikan persembahan di bait suci. Untuk memenuhi persyaratan kesucian bahan persembahan (karena memang sulit memenuhinya), maka diberikan ”kemudahan” untuk membelinya saja di pelataran bait Allah. Mau beli untuk korban bakaran, ada dan silakan pilih sesuai kemampuan finansial. Mau mentahnya saja alias persembahan uang, tersedia juga. Namun harus pakai mata uang Yahudi, ma’af yang lain tidak berlaku. Ini semua yang membuat Yesus marah sehingga menjungkirbalikkan meja konter (berasal dari kata counter) para pedagang tersebut.

 Dalam perikop selanjutnya yang mengisahkan tentang Lazarus yang miskin yang tidak mendapat perhatian dari orang kaya yang berjubah ungu dan kain halus (ini menunjukkan betapa kayanya orang itu …) dan hidup dalam kemewahan. Dalam kekayaannya dia tidak memedulikan penderitaan Lazarus sama sekali. Dan ”pembalasan” terjadi kemudian pada saat keduanya meninggal. Lazarus ada di sorga (bersama Abraham), sementara dia ditempatkan di neraka. Ada ”baiknya” juga orang kaya ini; menyadari betapa menderitanya di neraka, dia titip pesan kepada Abraham agar mengirimkan seseorang untuk mengingatkan anggota keluarganya yang masih hidup di dunia untuk bertobat. O ya, sebelum lupa, Lazarus ini tidak sama dengan Lazarus yang dibangkitkan Yesus dari kematian yang menjadi sahabat-Nya, juga Maria dan Marta.

 Jika dihubungkan dengan perikop Ep, rasul Paulus mengingatkan orang-orang Kristen (termasuk kita juga saat ini) untuk jangan menjadikan apa yang dimakan dan diminum oleh sesama sebagai batu sandungan. Sangat relevan dengan situasi saat ini di mana mudah sekali bagi orang-orang tertentu (yang ”rohani”, kata mereka …) menghakimi yang lain (yang belum hidup baru dan masih ”orang dunia”, menurut mereka lagi …). Makan (atau minum?) darah, mengonsumsi daging hewan tertentu, adalah dua di antaranya. Nas ini – sebagaimana disampaikan Paulus sebagai yang sesuai ajaran Yesus – jelas menegaskan bahwa kerajaan Allah bukanlah tentang makanan dan minuman. Najis bagimu adalah apa yang najis menurut pemahamanmu. Kristus telah menebus itu semua di kayu salib. Jangan sampai hal kenajisan tentang makanan dan minuman tersebut menjadikan hilangnya kasih persaudaran, damai sejahtera, dan sukacita.

Tantangan/Bekal untuk (Warga) Jemaat/Referensi

Jika punya kuasa, aku akan membagi perikop Ev ini tidak seperti saat ini. Sangat banyak pokok ajaran yang layak diangkat sebagai bahan perenungan. Bagi pengkhotbah, juga menjadi berat untuk mengalokasikan waktu (yang biasanya hanya sekitar 30 menit) untuk membicarakan seluruhnya di mimbar. Lebih berat lagi untuk menemukan benang merah antara semuanya. Baik dalam Ev sendiri, maupun menghubungkannya dengan Ep. Hal yang sama aku alami ketika membuat ANDALIMAN ini. Tapi, puji Tuhan, jika engkau bisa memeroleh sesuatu yang berharga sebagaimana yang aku cantumkan di bawah ini.

(1) Kita hidup dalam masyarakat plural (tinggal di lingkungan yang terdiri dari berbagai suku bangsa, latar belakang budaya yang berbeda, dan juga agama yang berbeda). Jangan berharap kita bisa tinggal di komplek perumahan atau lingkungan yang semua penghuninya adalah orang Kristen, bekerja di perusahaan Kristen, dan mengonsumsi makanan dan minuman yang dihasilkan oleh orang Kristen. Di mana ada itu? Kita menghadapi itu semua, dan diharapkan bisa menjadi saksi Kristus yang salah satunya adalah pembawa sukacita dan damai sejahtera. Rasul Paulus mengingatkan kita untuk tidak mempersoalkan makanan dan minuman, tetapi berlombalah menciptakan apa yang baik bagi semua. Artinya, jangan jadikan makanan dan minuman sebagai batu sandungan! Terganggu dengan kawan yang masih mengonsumsi sangsang? Perlulah direnungkan dengan perikop ini.

(2) Pilih mana, harta atau surga? Dua-duanya! Dua-duanya? Kalau boleh, ya ambillah. Yang penting, Tuhan tetap menjadi prioritas utama. Jangan kegigihan mengejar harta malah menjadikan kerinduan bersekutu dengan Tuhan jadi terabaikan. Lebih parah lagi: jangan jadikan gereja sebagai lahan dalam mengumpulkan harta! Bahkan sampai mengesampingkan Tuhan yang Kepala Gereja. Ada yang seperti ini? Bolehlah didiskusikan. Lalu didoakan supaya kita dijauhkan dari hal-hal yang jahat seperti ini.

(3) Yesus menyampaikan tentang perceraian sebagai bagian dari tindakan zinah. Jangan bercerai, kita sudah tahu tentang hukum itu. Yang membuat ini menjadi lebih menarik adalah pernyataan Yesus yang mengatakan bahwa jika seorang menceraikan pasangannya lalu kawin dengan orang lain, maka dia berbuat zinah; demikian juga orang yang kawin dengan pasangan cerai telah turut juga berbuat zinah. Artinya, semua orang-orang yang terlibat di dalamnya adalah turut juga berbuat zinah. Demikian juga semua yang terlibat dalam persekongkolan (kolusi, istilahnya saat ini …) adalah turut juga „kecipratan“ dosa.

(4) Kisah Lazarus juga menarik. Lihatlah orang kaya itu. Meskipun tidak dijelaskan dalam Alkitab, menurut pemahamanku, bisa jadi dia adalah juga ”orang baik” menurut ukuran Yahudi. Sesuai statusnya, kemungkinan besar dia juga sebagai donatur (di bait Allah …). Kenapa tidak dilakukannya dengan Lazarus? Karena Lazarus bukanlah siapa-siapa menurut ukurannya. Tidak dilihat oleh khalayak ramai, dan tidak diliput oleh media, lalu untuk apa? Jujur saja, gejala seperti itu seringkali menggoda kita. Lelang terbuka untuk pembangunan gereja adalah salah satu kesempatan yang tidak akan disia-siakan oleh oknum yang punya bakat (ma’af) selebritas seperti itu. Menjelang pilkada dan juga saat ini masa kampanye, semakin banyak saja ”orang-orang baik” yang menginginkan namanya termasyhur di jemaat.

(5) Masih tentang kisah Lazarus. Si orang kaya – setelah menyadari penderitaan api neraka – memohon agar Abraham memberitakan keluarganya yang masih hidup di dunia untuk bertobat supaya jangan bersama-sama dengan dia membentuk ”geng api neraka”. Tidak ada gunanya, jawab Abraham; karena kabar baik sudah diberitakan sejak dahulu kala, namun tetap saja terdapat orang-orang yang tidak mau bertobat. Perikop ini membawaku pada perenungan, jangan-jangan ada juga (atau ada pula?) anggota keluargaku yang telah mendahuluiku mengalami hal yang sama dengan orang kaya ini: berteriak di akhirat untuk mengingatkanku (atau kami, atau kita …) yang masih hidup saat ini untuk tidak mengeraskan hati dalam menerima kabar baik. Bagaimana menurutmu, kawan? Binsan tingki parasian, so tung jolo salpu i, kata Buku Ende …

Imlek: Kisah Masa Lalu di Pekuburan Cina

imlek1

‘Gimana persisnya, kapan, dan entah oleh siapa; yang aku tahu hal ini terjadi di Pematang Siantar, puluhan tahun yang lalu, dan dikisahkan oleh beberapa orang yang tinggal (persisnya indekos) di dekat lokasi pekuburan Cina (Tionghoa, alias keturunan, alias non-pri kata banyak orang …). Setiap perayaan tahun baru Imleak, suatu kebiasaan yang mereka lakukan adalah “berkunjung” ke pekuburan dimaksud.

Selalu ada ritual yang dilakukan oleh keluarga yang melakukan ziarah ke pekuburan leluhur mereka pada setiap tahun baru Imlek untuk memanjatkan doa sambil mengharap berkah. Sebagaimana tradisi warga non-pri, mereka membawa makanan yang lezal dan enak (yang biasanya menjadi kegemaran almarhum semasa hidupnya di dunia) sebagai persembahan.

Setelah mereka pergi, maka “ritual” lanjutannya akan berlangsung. Anak-anak Batak (karena biasanya adalah dalam satu rombongan) yang sedari tadi sudah tidak sabar menunggu, akan segera berebutan mengambil dan memakan persembahan yang tadi ditinggalkan. ”Perbaikan gizi anak kos …”, ternyata telah lama berlangsung dalam kehidupan sebagian besar orang Batak sebagai bagian dalam perjuangan hidupnya.

O ya, esok harinya ketika ada keluarga lain yang berkunjung ke makam tersebut dan melihat makanan sudah habis (biasanya memang tidak disisakan oleh para ”sapu jagad”) menimbulkan kebahagiaan karena dianggap bahwa arwah almarhum telah menyantapnya dengan sukacita …

Begitulah. Tahun Baru Imlek memberikan sukacita bagi banyak orang. Masihkah terjadi di tahun 2560 ini? Gong xi fat chai!