Sejak bulan Juli 2014 ini kami menempati lokasi kantor yang baru. Setelah beberapa tahun menempati rumah yang luas dan asri di Jalan Paso di daerah Jagakarsa di Pasar Minggu di Jakarta Selatan (lengkap banget, ya …), kami pun pindah ke perkantoran yang baru (dalam artian memang baru selesai dibangun, bahkan masih belum tuntas banget dengan masih terdengarnya para tukang menuntaskan beberapa pekerjaan lainnya …). Tepatnya di gedung PT. Aneka Tambang. Masih di kawasan Pasar Minggu. Dari ruanganku di lantai 7 dengan jelas terlihat bangunan kantor pusat kami di seberang sana …
Banyak kenyamanan yang aku dapatkan di tempat yang baru ini. Ruangan kerjaku sekarang terasa lega. Dulu aku bergabung dengan empat orang manajer, sekarang hanya berdua … Dulu masih harus bermacet ria di jalan Cilandak KKO, sekarang bisa langsung masuk ke lokasi perkantoran setelah keluar dari gerbang tol Pasar Minggu. Jadi lebih hemat, jauh lebih hemat dari segi waktu dan konsumsi bahan bakar. Untuk makan pun sekarang jauh lebih nyaman, karena tersedia kantin di lantai dasar yang menyediakan berbagai jenis makanan untuk kebutuhan karyawan yang berkantor di komplek perkantoran ini. Oh ya, dari ruanganku jelas terlihat kondisi lalu lintas di jalan tol apakah sedang macet atau lancar jaya …
Yang aku mau ceritakan adalah tentang “beban psikologis” bekerja pada hari Sabtu. Waktu masih di Kantor Pusat aku sangat menikmati libur setiap Sabtu. Hari itu aku dedikasikan benar-benar untuk keluarga (dan diriku sendiri, tentunya …). Oh ya, sesekali untuk pelayanan jemaat sesuai jadwal pelayananku. Tapi hampir setahun belakangan ini, semuanya itu jadi kerinduan dengan ketentuan bahwa staf penjualan lapangan seperti aku ini yang wajib bekerja enam hari dalam seminggu. Sesuatu yang tidak lazim bagi sebagian besar warga Jakarta dan sekitarnya yang pada umumnya sudah menjadikan Sabtu sebagai hari libur. Bagi karyawan, pun bagi anak sekolah.
Jadilah aku setiap Sabtu jadi “orang aneh” … Di komplek perumahan, di mana semuanya sedang menikmati libur bersama keluarga, eh … aku “rajin banget” berangkat ke tempat pekerjaan. Demikian pula di komplek perkantoran sekarang ini, selalu dibutuhkan menjelaskan tujuan kantor yang dituju ke satpam yang menjaga pintu gerbang di depan komplek perkantoran karena selalu ditutup pada setiap Sabtu karena hanya kantor kami yang mewajibkan karyawannya bekerja pada Sabtu. Yang lainnya? Libur, sudah tentu … Selain PT Aneka Tambang sendiri selaku pemilik bangunan, ada juga Bank Mandiri, Bank Permata, dan beberapa perusahaan lain yang berkantor bersama kami di komplek ini.
Demikian jugalah yang terjadi pagi tadi. Aku membutuhkan lebih dua menit menunggu di depan pintu gerbang yang tertutup rapat sebelum kemudian benar-benar dibukakan oleh satpam yang sebelumnya hanya melihat kedatanganku. Seakan mereka baru tersadar setelah aku klakson, lalu salah seorang satpam mendatangiku untuk bertanya mau ke mana. Dengan jawaban yang sama yang selalu aku sampaikan setiap Sabtu, maka pintu gerbang pun dibuka … Pasti beliau bertanya-tanya di dalam hati, koq sudah ada orang yang bekerja pada hari ini …
Memang hanya ada empat orang kami yang masuk kantor hari ini, semuanya tentu saja yang tidak mengambil cuti Lebaran sehingga hanya berhak menikmati libur Lebaran yang dua hari, yakni Senin dan Selasa. Sepi, tentu saja. Oh ya, ada satpam kantor kami, operator, dan dua orang OB alias office boy (yang salah seorang dengan bangga menyajikan kacang dan kue buatan isterinya, yang tentu saja dengan ekspresi sukacita aku mengambil dan melahapnya …).
Menjelang makan siang, kawan seruanganku permisi pulang. “Masih ada beberapa keluarga yang belum sempat saya kunjungi kemarin, pak. Jadi sambil sekadar kerja hari ini, saya langsung mau ke rumah keluarga bersilaturahim …”, katanya sambil bergegas meninggalkan ruangan untuk pulang.
Jam makan siang, aku ke dapur dan ruang tamu untuk mencari OB untuk memesan makan siang. Yang seorang yang tadi membawa kue dan kacang sedang makan mi instan, yang seorang lagi ‘nggak kelihatan (ternyata sedang merebus mi instan buatnya …). Sekembali dari kamar mandi (di seberang ruangan karena sharing dengan perusahaan lain di lantai yang sama …) aku bertanya ke operator dan satpam, “Sudah makan siang kalian? Masa’ sudah Lebaran masih tetap puasa. Mending kalau puasa Syawal masih ada pahala, ini malah makan mi instan pula …”. Lalu hampir serempak menjawab, “Iya sudah, makan mi instan, pak …”.
Dheg! Aku tersentak kaget; koq sampai begitunya? Lantas secara spontan aku mengeluarkan lembaran seratus ribu yang masih ada di dompetku sambil berujar: “Begini saja, belikan aku makan siang dengan sayur daun singkong dan ikan sambal. Habiskan uang ini untuk membeli makan siang buatmu dan juga buat yang lainnya. Cukup, ‘kan?”
“Wah, cukup banget, pak … Cuma rumah makan Padang yang sudah buka. Saya beli ke sana aja”, sambar seorang OB dengan sigap lalu pergi.
Kami pun makan siang dengan gembira …
Tak lama, dua orang karyawan seperusahaanku (oh ya, OB dan satpam adalah karyawan outsourcing yang dipekerjakan di kantor ini …). Aku bertanya di mana mereka makan tadi, koq langsung ‘nggak kelihatan saat makan siang. Ternyata mereka makan di luar kantor dengan bersepeda motor. “Sekalian kami mau pamit pulang, pak …”, kata mereka berdua hampir serempak.
“Lho, ini ‘kan baru jam berapa … Koq sudah pada mau pulang?”
“Ini ‘kan hari pertama kerja setelah Lebaran, pak. Bolehlah pulang cepat. Mumpung masih siang, pak”
“Wah, koq begitu ya? Memang cuma kita yang bekerja hari ini, yang lain termasuk atasan kita ‘nggak masuk. Mereka ‘kan memang cuti. Harus disiplin, dong! Memang ada yang sakit?”, pertanyaan standar yang sering aku sampaikan kalau ada karyawan yang belum lebih cepat daripada biasanya.
“Betul, pak. Ada keluarga yang sakit …”, jawab salah seorang gelagapan yang aku tahu dia ‘nggak ber-Lebaran karena non muslim. Mereka berdua pun beranjak sambil coba mempengaruhi aku dengan berkata, “Hati-hati, pak. Mendingan pulang saja, jangan mau bekerja sendirian. Ini ‘kan kantor baru, kita ‘nggak tahu dulunya ada apa di sini. Apalagi ruangan yang lainnya pada ditutup, apa ‘nggak seram bapak kerja sendirian?”
Bah! Yang ‘nggak tahunya mereka ini bahwa aku sudah ‘nggak takut lagi sama hantu, malah hantunya yang takut samaku sekarang. Tahu kenapa? Karena wajahku lebih seram daripada hantu dan iblis yang ada saat ini! Hahaha … Betul, ‘kan? Jangan bilang sama siapa-siapa, ya …
“